Kebijakan pengurangan aktivitas pelabuhan akibat pandemic COVID-19 telah berdampak terhadap pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang ekspor-impor di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dengan dikenakannya biaya penumpukan hal ini menjadi permasalahan bagi pengangkut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pengurangan aktivitas pelabuhan terhadap pelaksanaan perjanjian pengangkutan ekspor-impor di Indoensia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut tahun 2020 tentang Pembatasan Penumpang di Kapal, Angkutan Logistik dan Pelayanan Pelabuhan Selama Masa Darurat Penanggulangan Bencana Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berpengaruh terhadap pemberlakuan kebijakan pembatasan transportasi terhadap laju pengiriman barang impor di Indonesia yang mengakibatkan penumpukan barang di Pelabuhan dan membuat perusahaan akan dikenai denda sesuai berapa hari waktu penumpukan. Berdasarkan Keppres bahwa COVID-19 dikategorikan sebagai force majeure, dapat membebaskan debitur dari kewajiban membayar denda, ganti rugi Di negara Tiongkok belum ada pengaturan mengenai COVID-19 sebagai force majeure. Perbedaan pengaturan berimplikasi dikenakan denda bagi eksportir Indonesia ke Tiongkok karena keterlambatan akibat adanya pembatasan pengiriman barang ekspor-impor tidak dapat dikategorikan sebagai force majeure.
CITATION STYLE
Almadina, N., & Badriyah, S. M. (2023). Dampak Pengurangan Aktivitas Pelabuhan Peti Kemas Semarang Dengan Pelabuhan Ning-Bo China Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Ekspor-Impor. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 5(1), 103–119. https://doi.org/10.14710/jphi.v5i1.103-119
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.