Tulisan ini dilatarbelakangi oleh pengakuan hak ulayat dalam Pasal 3 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tujuan dari tulisan ini adalah mengetahui kepastian hukum hak komunal berdasarkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPNRI No. 10 Tahun 2016 yang ditinjau dari hukum pertanahan Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa tidak terdapat kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu yaitu kawasan hutan atau perkebunan yang akan mengajukan hak komunal atas tanah. PMATR/KBPN No. 10/2016 tidak memiliki tempat bergantung, dikarenakan hak komunal atas tanah yang diatur oleh PMATR/KBPN No. 10/2016 tidak sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA, dimana UUPA sebagai dasar hukum ditetapkannya PMATR/KBPN No. 10/2016, selain itu pelaksanaan pendaftaran hak komunal atas tanah juga tidak sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PP No. 24/1997. Tidak adanya tempat bergantung PMATR/KBPN No. 10/2016 sebagaimana teori Hans Kelsen mengenai jenjang norma hukum (stufentheorie) dan Teori Adolf Merkl mengenai norma hukum selalu mempunyai dua wajah (das Doppelte Rechstanilitz).
CITATION STYLE
Daldiani, A. D. (2018). Kepastian Hukum Hak Komunal Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 ditinjau dari Hukum Pertanahan Indonesia. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 28–44. https://doi.org/10.15642/alqanun.2018.21.1.28-44
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.