Artikel ini bertujuan mengetahui problematika eksekusi putusan hak asuh anak dalam putusan perceraian di pengadilan agama. Anak adalah korban dalam perceraian kedua orang tuanya termasuk dalam menikmati kecukupan kebutuhan pendidikan, kesehatan, pangan dan kasih sayang. Dalam Pasal 105 menyatakan bahwa dalam hal terjadi perceraian maka anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan apabila anak tersebut sudah mumayiz maka anak tersebut berhak memilih, dan biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Hal ini menyebabkan sering terjadinya problematika di lapangan manakala putusan hak asuh anak diputuskan kepada ibunya. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada problematika eksekusi anak yaitu: 1) anak yang belum mumayiz tersebut sudah dekat dengan ayah dan keluarganya, 2) anak tersebut dipindahkan dari lokasi tempat tinggal ayah, sehingga harus melibatkan banyak pihak untuk melacaknya, 3) ibu yang mendapatkan hak asuh anak tersebut kurang melakukan pendekatan secara personal kepada anak, 4) pihak lawan (eks suami) menghalang-halangi proses eksekusi tersebut dengan melakukan perlawanan. Saran dari penelitian ini adalah dengan menerapkan join custody atau shared parenting dalam kehidupan anak pasca perceraian kedua orang tuanya.
CITATION STYLE
Noor, F., Al-Amruzi, M. F., & Hasan, A. (2023). Problematika Hak Asuh Anak Pasca Putusan Perceraian di Pengadilan Agama (Studi Kasus Nomor 342/PDT.G/2020/PA.MTP Jo Putusan Banding Nomor 32/PDT.G/2020/PTA.BJM Jo Putusan Kasasi Nomor 392 K/AG/2021). Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 17(6), 4085. https://doi.org/10.35931/aq.v17i6.2808
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.