Dalam novel Pejuang-pejuang Kali Pepe (PpKP) karya Djamil Suherman (DS), kelompok pesantren digambarkan melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda dengan memanfaatkan narasi agama Islam. Identitas kolektif digunakan kelompok pesantren untuk membedakan anggota kelompoknya dengan kelompok penjajah sekaligus sebagai upaya mereka untuk mempersatukan anggotanya. Pembacaan novel PpKP melalui studi poskolonialisme dan serangkaian metode kualitatif deskriptif menunjukkan bahwa terdapat relasi biner antara kelompok pesantren (self) dan kelompok penjajah (Other). Hubungan oposisional ini direpresentasikan dengan kelompok pesantren sebagai Timur yang tradisional/spiritual, sedangkan kelompok penjajah adalah modern/material. Dalam hubungan yang demikian, kelompok pesantren melakukan resistensi dengan menggunakan narasi self sebagai korban dan pahlawan. Sebaliknya, Other adalah penjajah yang menjadi musuh bersama. Pengetahuan, kepercayaan, atau doktrin-doktrin agama Islam digunakan kelompok pesantren untuk melawan kolonialisme, sehingga muncul istilah-istilah kafir, sabil, syahid, dll. Lahirnya novel ini tidak terlepas dari intensi pengarang sebagai bagian dari kelompok Islam yang merespons diskriminasi Orde Baru terhadap kelompoknya. DS berharap agar kelompok Islam mendapatkan kesempatan yang lebih baik, khususnya dalam bidang politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana identitas agama yang dimanfaatkan kelompok pesantren melawan penjajah dalam novel PpKP.[In the novel Pejuang-pejuang Kali Pepe (PpKP) by Djamil Suherman (DS), the pesantren group is depicted as fighting against the Dutch colonialism by using Islamic religious narratives. Collective identity is used by the pesantren group to distinguish its group members from the colonial group as well as their efforts to unite their members. The reading of the PpKP novel through the study of postcolonialism and a series of descriptive qualitative methods shows that there is a binary relationship between the pesantren group (self) and the colonial group (Other). This oppositional relationship is represented by the pesantren group as the traditional/spiritual East, while the colonial group is modern/material. In such a relationship, the pesantren group performs resistance by using the narrative of self as a victim and a hero. On the other hand, the Other is a colonialist who becomes a common enemy. Islamic religious knowledge, beliefs, or doctrines are used by pesantren groups to fight colonialism, so that the terms kafir, sabil, syahid, etc. appear. The birth of this novel is inseparable from the author's intention as part of an Islamic group that responded to the New Order's discrimination against his group. DS hopes that Islamic groups will get better opportunities, especially in the political field. The purpose of this study is to explain how the religious identity used by the pesantren group against the invaders in the PPKP novel.]
CITATION STYLE
Nabila, A. S. (2021). Perlawanan Golongan Islam Terhadap Kolonialisme Belanda: Kajian Poskolonialisme Novel Pejuang-Pejuang Kali Pepe Karya Djamil Soeherman. Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, 6(1), 71–98. https://doi.org/10.14421/jkii.v6i1.1215
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.