Setiap provinsi di Indonesia merupakan daerah asal sekaligus tujuan perdagangan orang dan akhir tahun 2017, Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati posisi atas sebagai daerah yang mengalami kasus perdagangan orang. Masuknya NTT dalam zona merah perdagangan orang merupakan suatu hal yang cukup mengejutkan. Sebelumnya, NTT tidak masuk dalam peringkat daerah yang terdampak masalah perdagangan orang. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang dijabarkan secara deskriptif sehingga objek atau subjek dapat digambarkan sesuai apa adanya kemudian dianalisis guna mendapatkan laporan yang komprehesif dari sudut pandang hak asasi manusia. Teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara dengan menggunakan purposive sampling. Kesimpulannya penanganan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bersifat kompleks, dimana penanganannya memerlukan pemetaan yang komprehensif dan hanya berorientasi pada pemberantasan dan penghukuman pelaku tanpa berorientasi pada penanganan dan pemberdayaan korban. Hambatannya dapat dilihat dari sisi pemerintah dimana masih kurang dan beragamnya pemahaman para pemangku kepentingan tentang kebijakan yang ada, belum meratanya kapasitas dan kapabilitas para pengampu kepentingan di daerah, serta masih kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan terkait. Adapun dari sisi masyarakat, masih tingginya dorongan untuk bermigrasi ke kota atau luar negeri untuk mencari kehidupan yang lebih baik, gaya hidup konsumtif dikalangan remaja, keinginan memperoleh uang secara cepat, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang bahayanya TPPO yang mengkibatkan masyarakat mudah tertipu oleh tawaran pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
CITATION STYLE
Utami, P. N. (2019). Penanganan Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal HAM, 10(2), 195. https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.195-216
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.