Perkawinan nyentana antara laki-laki dan perempuan mengubah kedudukannya menjadi predana (perempuan) dan kedudukan menjadi purusa (laki-laki). jenis perkawinan ini dapat berpengaruh pada kedudukan anak laki-laki selaku ahli waris di keluarganya dimana dalam hukum waris adat Bali sangat mengutamakan keturunan purusa (laki-laki). Pokok permasalahan yang pertama (1) Bagaimana pembagian harta warisan terhadap anak laki-laki yang melakukan kawin nyentana berkedudukan sebagai predana (perempuan) kembali lagi menjadi purusa (laki-laki) menurut hukum waris adat Bali? (2) Apakah putusan Pengadilan Negeri Tabanan No. 58/Pdt.G/2011?PN.Tbn sudah sesai menurut hukum waris adat Bali? Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut dianalisis secara yuridis normatif yang bersifat deskriptif, serta menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis ini dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis pada masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal, anak laki-laki adalah pihak yang berhak menerima warisan. Dalam putusan Nomor 58/Pdt.G.2011/PN.Tbn disebutkan bahwa harta peninggalan jatuh kepada istri almarhum (janda) dimana menurut hukum waris adat Bali kedudukan janda dalam pewarisan hanya dapat menguasai dan menikmati harta peninggalan.Kata Kunci: Hukum Waris Adat Bali, Kedudukan Anak Laki-laki Nyentana
CITATION STYLE
Putri, M. K. R., & Suka’arsana, I. K. (2019). KEDUDUKAN ANAK LAKI-LAKI YANG MELAKUKAN KAWIN NYENTANA MENGUBAH KEMBALI STATUSNYA MENJADI PURUSA SELAKU AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT BALI (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 58/PDT.G/2011/PN.TBN). Reformasi Hukum Trisakti, 1(1). https://doi.org/10.25105/refor.v1i1.7138
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.