Demam tifoid merupakan infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia terkait dengan angka kejadiannya yang cukup tinggi. Cara penularan penyakit ini berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dari masing-masing individu. Pengobatan demam tifoid menggunakan antibiotik dan telah ditemukan resistensi pada lini pertamanya yaitu kloramfenikol. Sehingga lini kedua yaitu seftriakson dan sefotaksim telah menjadi pilihan sebagai penggati dari lini pertamanya. Hal ini dikaitkan dengan efektivitasnya yang baik dalam mengobati pasien demam tifoid. Penelitian dilakukan dengan metode Content analysis yang dianalisis secara deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder yaitu rekam medis dari pasien RSUD Bekasi periode Januari 2019 – Desember 2019. Berdasarkan hasil penelitian mengenai waktu bebas panas dan lama perawatan didapatkan bahwa antibiotik seftriakson dan sefotaksim efektif dalam mengobati demam tifoid. Dilakukan uji kolerasi Mann Whitney U dan didapatkan koefisien p 0,06 dan p 0,063 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara penggunaan antibiotik seftriakson dan sefotaksim. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah seftriakson dan sefotaksim merupakan antibitoik yang efektif dalam mengobati demam tifoid.
CITATION STYLE
Yan Marvellini, R., & Tesalonika Bunga Ria Sagala, F. (2020). GAMBARAN EFEKTIVITAS SEFTRIAKSON DAN SEFOTAKSIM PADA PASIEN DEMAM TIFOID USIA 5 – 19 TAHUN DI RSUD BEKASI PERIODE JANUARI 2019 -DESEMBER 2019. Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya, 8(2), 1020–1024. https://doi.org/10.37304/jkupr.v8i2.2036
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.