Shallots are vegetable commodities that have long been superior and have been intensively cultivated by many farmers. They belong to the group of non-substituted spices that function as food seasonings and ingredients for traditional medicines. Banyuwangi Regency is one of the regencies that produces shallot commodity in East Java Province. Shallot production in Banyuwangi Regency each year has rapidly increased. Meanwhile, the shallot harvested area in Banyuwangi Regency has fluctuated, meaning that there is an opportunity to develop shallots. In addition, shallots are one of the horticultural crops that play a role in increasing the Gross Regional Domestic Product (GRDP) in the Banyuwangi Regency. The supporting factors for shallot farming are suitable land and government support. A study was aimed to analyze the strategy of developing shallot agribusiness in the Banyuwangi Regency. The SWOT method (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) was employed to determine the internal and external factors of the shallot business, followed by Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) to determine the development strategy by using the priority strategy generated from SWOT. It was found that the shallot agribusiness in Banyuwangi was feasible to be developed. The priority of the resulting strategy was to maintain and increase the production and quality of shallots in Banyuwangi Regency to meet high market demand with the highest value of 7.23.Bawang merah termasuk komoditas sayuran yang sudah lama menjadi unggulan dan secara intensif telah banyak diusahakan petani. Bawang juga termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang digunakan sebagai bahan obat tradisional dan bumbu penyedap makanan. Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten di provinsi Jawa Timur sebagai daerah penghasil sektor pertanian dari komoditas bawang merah. Setiap tahunnya, data produksi bawang merah di Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan mulai dari 3.423 sampai dengan 6.322 ton (Badan Pusat Statistik Banyuwangi, 2019). Sedangkan untuk luas panen bawang merah di Kabupaten Banyuwangi mengalami fluktuatif, tahun 2016 – 2019 yaitu sebesar 314, 319, 322, 556 ton (Dinas Pertanian dan Pangan, 2019) sehingga ada peluang untuk pengembangan bawang merah. Selain itu bawang merah sebagai juga termasuk tanaman hortikultura yang memiliki peran dalam meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Banyuwangi. Ada beberapa faktor yang mendukung usaha tani bawang merah yaitu lahan yang cocok dan adanya dukungan pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan agribisnis komoditas bawang merah di Kabupaten Banyuwangi. Metode yang digunakan adalah (Stenght, Weakness, Opportunity, and Threat) SWOT untuk menentukan faktor internal dan eksternal usaha bawang merah, Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) untuk penentuan strategi pengembangan dengan menggunakan prioritas strategi dihasilkan dari SWOT. Dari penelitian dihasilkan bahwa usaha agribisnis komoditas bawang merah di Kabupaten Banyuwangi layak untuk dikembangkan, prioritas strategi yang dihasilkan yaitu mempertahankan dan meningkatkan produksi serta kualitas bawang merah di Kabupaten Banyuwangi untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi dengan nilai tertinggi yaitu 7,23.
CITATION STYLE
Suciati, A., Sumadi, S., & Djamali, A. (2022). Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Agrinika : Jurnal Agroteknologi Dan Agribisnis, 6(1), 96. https://doi.org/10.30737/agrinika.v6i1.2122
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.