Praktek utang piutang dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan dari pemberian utang dengan kelebihan dari saat pengembalian yang kemudian dikenal dengan rentenir. Di Kota Bima praktik rentenir kemudian dikenal dengan sistem “kalampa piti” atau membungakan uang dari pinjaman. Hukum di Indonesia sendiri tidak melarang adanya bunga dalam setiap transaksi pinjam meminjam. Hal ini bisa dilihat pada pasal 1754 BW yang juga diperkuat dalam pasal 1765 BW yang memperbolehkan adanya bunga dalam setiap transaksi peminjaman. Namun yang menjadi permasalahan adalah proses kesepakatan perjanjian hutang piutang yang didasari pernyataan secara lisan tanpa adanya kesepakatan tertulis yang menyebabkan konflik antara pihak kalampa piti dengan nasabah berupa kekerasan fisik, psikis hingga perampasan barang berharga. Untuk itu perlu adanya prosedur konkrit untuk menjamin kepastian dan perlidungan hukum terhadap para pihak.
CITATION STYLE
Wirawan, A. R., Komuna, A. P., & Robiansyah, A. (2023). Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Hutang Piutang dengan Jasa Kalampa Piti di Kota/Kabupaten Bima. Alauddin Law Development Journal, 5(1), 200–211. https://doi.org/10.24252/aldev.v5i1.35497
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.