Perang Banjar atau Perang Banjarmasin dapat pula disebut sebagai Perang Barito. Kata Banjar sendiri mengacu pada masyarakat Islam yang diikat oleh Kesultanan Banjar, sedangkan Barito mengacu pada nama sungai yang sangat penting, yang mengalir di sebagian wilayah Kalimantan Selatan, tetapi lebih banyak mengalir di wilayah administrasi Kalimantan Tengah. Tulisan ini bertujuan menjawab permasalahan mengapa istilah perang Banjar dapat pula disebut sebagai Perang Barito berdasarkan bukti-bukti arkeologis. Adapun perang di sini mengacu pada serangkaian perlawanan rakyat yang melibatkan masyarakat yang memiliki asal-usul dan latar belakang beragam. Perang Banjar didukung oleh keturunan Kesultanan Banjar, dibantu oleh komunitas rakyat biasa yang berasal dari berbagai daerah di batang banyu di sepanjang aliran Sungai Barito. Dukungan perjuangan berasal dari masyarakat Banua Lima yang diidentikkan sebagai masyarakat Banjar hulu, masyarakat Bakumpai, serta dukungan dari Dayak Murung, Siang dan Taboyan. Dari aspek bukti sejarah, peristiwa perang ini meninggalkan bukti arkeologis termasuk makam tokoh-tokohnya. Melalui metode penelitian survei yang didukung data pustaka, dan informasi masyarakat, jejak perjuangan rakyat Kalimantan dalam menentang penjajahan Belanda dapat tergambarkan. Daerah aliran Sungai Barito telah menjadi saksi perjuangan dan perlawanan rakyat. Hal ini sudah semestinya menjadi landasan berpikir, bahwa kerjasama antarelemen masyarakat, antardaerah, dan antarlembaga di masa depan sangat diperlukan. Perbedaan bukan menjadi alasan, untuk tidak bekerjasama dalam membangun Kalimantan. The Banjar war or the Banjarmasin war can also be called the. The word of Banjar refers to the Islamic community bound by an empire, while Barito refers to the name of a very important river, which flows in parts of South Kalimantan, but more flows in the administrative area of Central Kalimantan. This paper aims to address the problem of why the term of Banjar war can also be referred to as the Barito War based on archaeological evidence. The war refers to a series of popular resistance involving people from diverse origins and backgrounds. Supported by the descendants of the Banjar Sultanate, assisted by ordinary community people from various areas of the batang banyu and Barito River basin communities. Supporter of the war came from the Banua Lima people who were identified as the Banjar hulu people, from the Bakumpai, Dayak Murung, Siang and Taboyan communities. From the aspect of historical evidence, this war event left some archeological evidences including the graves of war figures. Based on the historical evidence supported by the archeological remains of its characters. Through survey research methods supported by library data and public information, the footsteps of the struggle of the Kalimantan people in opposing Dutch colonialism can be illustrated. The Barito River watershed has witnessed the people's struggle and resistance. This should be the basis for cooperation between communities, regions, and institutions in the future. Difference is not a reason for not to cooperate in the development of Kalimantan.
CITATION STYLE
Susanto, N. N. (2020). NAMA PERANG BARITO BERDASARKAN BUKTI ARKEOLOGIS (THE NAME OF BARITO WAR BASED ON ARCHAELOGICAL EVIDENCE). Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi, 5(1), 39–58. https://doi.org/10.24832/ke.v5i1.53
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.