Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara Nomor 35/PUU-X/2012 untuk Undang-Undang Nomor 41 tentang Kehutanan menegaskan bahwa definisi hutan adat telah berubah menjadi “hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat” dan hutan adat bukan lagi bagian dari hutan negara, melainkan bagian dari hutan hak. Keputusan MK ini mengubah konstelasi politik hukum dibidang kehutanan, semula mengabaikan keberadaan dan hak masyarakat adat, menjadi mengakui masyarakat adat sebagai subjek hukum serta hak-haknya atas tanah, hutan dan sumber daya alam lainnya. Namun demikian keputusan MK Nomor 35 tersebut menolak mengenai pengakuan bersyarat terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-haknya atas hutan, sebagaimana diatur dalam pasal 67. Semestinya politik rekognisi ini tidak berlaku bagi provinsi yang sudah mengakui keberadaan masyarakat hukum adat khususnya Provinsi Papua dan Papua Barat yang memiliki Undang-Undang Nomor 21Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Papua juga memiliki beberapa Perdasus yang mengatur mengenai pengakuan masyarakat hukum adat, tapi hal ini justru malah menghambat pengembalian hak ulayat. Tentu saja keputusan MK Nomor 35 ini juga berimplikasi pada kepentingan investasi di sektor kehutanan yang selama puluhan tahun mendapat konsesi dari negara.
CITATION STYLE
Franky, Y. L. (2021). Kehutanan, Sumber Daya Alam dan Masyarakat Adat di Papua Pasca Keputusan MK No.35/PUU- X/2012 tentang Hak Masyarakat Adat Atas Wilayah Kehutanan. Jurnal Hak Asasi Manusia, 12(12), 114–142. https://doi.org/10.58823/jham.v12i12.98
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.