Banyak di antara pasangan muda dari suku Dayak Ngaju yang telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah karena kesalahmengertian atau ketidakpahaman penerapan acara hakumbangauh (lamaran). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari relevansi apakah kondisi hubungan berpacaran yang negatif setelah melakukan lamaran sesuai dengan Matius 5:27-28 atau tidak sesuai dan bagaimana relevansi perilaku pernikahan berdasarkan Alkitab dan berdasarkan budaya.Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif yang dibarengi dengan studi pustaka, dengan menggunakan studi penafsiran Alkitab, serta mengumpulkan data melalui buku-buku serta artikel yang berkaitan dengan budaya hakumbangauh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik hidup serumah dan berhubungan seks selain pernikahan sangat kontras dengan matius 5:27-28 Yesus menyatakan perzinaan bukan hanya terjadi saat laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan melakukan hubungan seks akan tetapi perzinaan terjadi dimulai dari pikiran. Penerapan acara hakumbangauh (lamaran) dalam pernikahan secara adat sesungguhnya tidaklah buruk jika norma dan aturan-aturan serta kekudusan pernikahan tetap dijaga dengan baik, akan tetapi jika banyaknya syarat dan uang yang dibutuhkan untuk acara pernikahan adat maka ini memberikan peluang kepada pasangan muda yang akan menikah untuk melakukan praktik hidup serumah dan berhubungan seks di luar nikah. Karna itu pernikahan adat jika dibicarakan dan dijalankan dengan baik maka masih relevan dengan konsep pernikahan masa kini.
CITATION STYLE
Gorat, E., Nainggolan, B. D., Hutagalung, S., & Pintauli, R. F. (2022). Penglihatan Budaya Hakumbangauh Sebagai Ekspresi Nilai-Nilai Pernikahan: Berdasarkan Matius 5:27-28. Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, 5(1), 75–91. https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.302
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.