Jaksa sebagai penegak hukum memiliki peran dalam melakukan penuntutan dan membela kepentingan korban untuk menjaga Hak asasi manusianya. Jaksa berperan penting dalam melaksanakan tujuan hukum baik keadilan, kepastian, maupun kemanfaatan sehingga perlindungan hukum tercapai semestinya. Namun, adanya penambahan kewenangan jaksa untuk melakukan peninjauan kembali untuk kepentingan hukum mengalami suatu perdebatan hukum di Masyarakat. Pasalnya, instrumen peninjauan kembali hanya diperuntukkan kepada terpidana demi melindungi Hak Asasi Manusianya sebagaimana juga ditentukan pada Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Perdebatan ini berlangsung di Mahkamah Konstitusi melalui pengujian Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Penelitian merupakan penelitian hukum (doctrinal research) dengan pendekatan undang-undang (statues approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (cases approach). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi kewenangan jaksa dalam peninjauan kembali sudah melampaui dan kontradiktif dengan ketentuan KUHAP. Implikasi pada putusan MK Nomor 20/PUU-XXI Tahun 2023 maka secara konstitusional hak asasi manusia terpidana dapat terlindungi dan terhindar dari potensi penyalahgunaan wewenang oleh Jaksa terhadap upaya hukum tersebut.
CITATION STYLE
Gusman, D. (2023). Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-/2023 Tentang Pencabutan Kewenangan Jaksa Dalam Peninjauan Kembali. UNES Journal of Swara Justisia, 7(3), 1125–1134. https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i3.428
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.