Tulisan ini ingin membahas tentang ketidakseimbangan (disequilibrium) harmonisasi tubuh dan alam yang merupakan dampak dari kebudayaan modern yang cenderung antroposentrik. Sebagaimana kebudayaan timur, khususnya Hindu memandang antara manusia dan alam sebagai satu kesatuan. Budaya Bali cenderung melihat keseluruhan dan keutuhan sebagai sesuatu yang utama. Individu atau bhuana alit, tidak memiliki peranan sendiri yang asali, ia harus menyesuaikan diri dengan kembali pada kosmos besar – bhuana agung. Keduanya memiliki unsur-unsur pembentuk yang sama. Itulah sebab tubuh memiliki kepekaan terhadap tanda-tanda alam. Bisa dikatakan, hubungan antara manusia dan alam tidak lagi sebatas etis, tetapi ontologis. Hilangnya hubungan yang harmonis antara manusia dan alam menyebabkan terjadinya disekuilibrium – ketidakseimbangan. Kebudayaan antroposentrik yang berpusat pada “aku berpikir” memutus relasi ontologis antara manusia dan alam. Inilah yang menyebabkan aksi-aksi perusakan terhadap lingkungan alam.
CITATION STYLE
Paramita, I. G. A. (2018). DISEQUILIBRIUM BHUANA AGUNG DAN BHUANA ALIT. VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia, 1(2), 72–77. https://doi.org/10.32795/vw.v1i2.190
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.