Masyarakat muslim Desa Tunglur dalam hal pembagian harta warisan menggunakan cara lotre, namun tidak semua harta warisan dibagi secara lotre, hanya barang-barang yang ada di dalam rumah seperti properti, elektronik, dan lain-lain. Jika melihat kondisi masyarakat yang telah mengalami modernisasi dalam berbagai aspek kehidupan, seharusnya tradisi tersebut sudah ditinggalkan, tetapi tradisi waris lotre tetap dilestarikan. Hal ini menjadikan penulis tertarik untuk menela’ah lebih dalam tentang tradisi tersebut. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, jenis penelitianya ialah studi kasus dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, dan dianalisa dengan teori konstruksi sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, terbentuknya tradisi tersebut adalah dengan beberapa tahapan, 1. Momen eksternalisasi, prosesnya ialah adaptasi diri dengan dunia sosio-kultural, menghasilkan fenomena berupa penyesuaian diri dengan tradisi waris lotre, bahwasanya tradisi tersebut memiliki basis historis dan dasar normatifnya, 2. Momen objektivasi, prosesnya Interaksi diri dengan dunia sosio-kultural, menghasilkan fenomena berupa penyadaran dan keyakinan, bahwa waris lotre merupakan tradisi yang positif, 3. Momen internalisasi, prosesnya identifikasi diri dengan dunia sosio-kultural, menghasilkan fenomena tentang adanya penggolongan sosial berbasis historis, dan melahirkan kelompok yang melestarikanya. Alasan masyarakat muslim Desa Tunglur memenuhi dan memelihara tradisi tersebut karena ingin terhindar dari perselisihan dan perpecahan, bahkan pertengkaran akibat berebut harta.
CITATION STYLE
Syaifudin, M. S. I. (2021). Waris Lotre Masyarakat Muslim Desa Tunglur Perspektif Konstruksi Sosial. The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law, 1(1), 88–104. https://doi.org/10.51675/jaksya.v1i1.143
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.