Penelitian ini berawal dari Stasiun Pirusa yang mulai dilupakan oleh masyarakat Tasikmalaya dan sekitarnya, padahal stasiun tersebut sudah sangat berjasa dalam memfasilitasi pengangkutan pasir ke Ibukota Jakarta. Tujuan dalam penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai Stasiun Pirusa yang berperan besar dalam pembangunan gedung-gedung pada masa Orde Baru. Metode yang digunakan adalah metode Sejarah menggunakan pendekatan interdisipliner dengan ilmu bantu ekonomi. Ilmu ekonomi sebagai ilmu bantu untuk mengungkap data dan fakta. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori supply and demand. Pencarian fakta dan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara dan kajian pustaka terutama arsip dan buku-buku yang berhubungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stasiun ini menjadi stasiun terbesar pengangkut pasir di Indonesia pada zamannya. Hal ini dibuktikan dengan total volume pengangkutan pasir dalam satu tahun (Juli 1987 - Juni 1988) adalah 428.251 m3, rata-rata perbulan adalah 36.600 m3 dengan keuntungan Rp 4.400 sampai Rp 7.400 per m3 bagi perusahaan. Masyarakat sekitar juga mendapatkan keuntungan ekonomi dengan adanya stasiun Pirusa dikarenakan terbukanya lapangan pekerjaan dari kuli kasar pengumpul pasir, penggali pasir, supir truk hingga operator alat berat. Selain itu warga sekitar memanfaatkan banyaknya pekerja dengan membuka warung makan di sekitar stasiun, mereka juga secara ilegal menumpang kereta untuk bepergian ke Bandung dan Jakarta maupun sebaliknya dengan gratis.
CITATION STYLE
Fahmi, A. A. (2020). Perkembangan Stasiun Pirusa 1987-1988. Jazirah: Jurnal Peradaban Dan Kebudayaan, 1(1), 79–97. https://doi.org/10.51190/jazirah.v1i1.3
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.