Jagung adalah identitas kultural masyarakat Madura, disebut maize eaters dan termasuk masyarakat agraris jenis peladang dengan lanskap agrikultur yang disebut ekologi tegal. Ladang jagung (tegal) pernah menjadi hirarki terpenting dalam hunian tanèyan lanjhèng. Pola permukiman desa di Madura adalah gabungan beberapa cluster tanèyan lanjhèng yang terbentuk berdasarkan hirarki ruang utama yaitu tegalan, baru kemudian hunian. Adat menyatakan pemakaian lahan hunian tidak boleh mengurangi lahan garapan. Namun pergeseran konsumsi dari jagung ke beras dan sistem waris tanah Islami yang bersifat uksorilokal dan matrilokal mengubah penggunaan lahan hunian sebagai hirarki ruang utama.Tujuan tulisan ini adalah mencari perwujudan dan hubungan antara lanskap agrikultur (tegal) dengan hunian (tanèyan lanjhèng) sehingga membentuk pola permukiman, kaitannya dengan pergeseran konsumsi dan sistem waris. Metode pembahasan menggunakan pendekatan antropologi-arsitektural. Sehingga ciri masyarakat peladang di Madura timur adalah masalah: hirarki ruang, kedudukan perempuan, kekerabatan, sistem kemasyarakatan, serta batas hirarki, kaitannya terhadap pola permukiman. Perwujudan fisik permukiman cenderung kepada makna dan filosofi Islam. Kata Kunci: ekologi tegal, pola permukiman, tanèyan lanjhèng, makna dan filosofi Islam
CITATION STYLE
Sigit. F, R. (2016). Ekspresi Lanskap-Agrikultur dan Pola Permukiman Masyarakat Peladang di Madura Timur. Review of Urbanism and Architectural Studies, 14(2), 11–23. https://doi.org/10.21776/ub.ruas.2016.014.02.2
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.