Pelarangan buku adalah bentuk paradoks di negara demokrasi karena memperlihatkan kesewenangwenangan dalam membatasi kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi. Padahal semua itu dijamin oleh prinsipprinsip dasar demokrasi, bahkan secara tegas ditulis dalam UndangUndang Dasar 1945. Melarang buku juga menjadi paradoks bagi kehidupan bermedia di Indonesia yang lebih dari satu dekade terakhir telah mengumandangkan dukungan terhadap kebebasan pers. Pelarangan buku, di sisi lain, mengindikasikan ambiguitas kebijakan penguasa. Alihalih mengantisipasi polemik di masyarakat, lewat tindakan pelarangan buku, pemerintah memperlihatkan praktikpraktik primitif dalam mengontrol, mengarahkan, membatasi, bahkan memandulkan cara berpikir masyarakat. Pelarangan buku juga mencerminkan ketakutan penguasa dengan mengekang hak politik warga negaranya, tidak mengakui adanya keanekaragaman perspektif dan sudut pandang. Artikel ini ingin meneroka sejarah kebijakan pelarangan buku oleh rezim Orde Baru (Orba), guna mencatat perubahan bentuk dan orientasi yang melatari tindakan pelarangan buku sesuai konteks zamannya, serta apa dampaknya terhadap pendisiplinan masyarakat Indonesia.
CITATION STYLE
Iqbal, M. (2019). Pelarangan Buku di Indonesia era Orde Baru: Perspektif Panoptikon Michel Foucault. AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA, 9(1), 56. https://doi.org/10.25273/ajsp.v9i1.3591
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.