Sejak diundangkannya hingga saat ini, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, maka Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kini telah berlaku selama kurang lebih 20 (dua puluh) tahun. Dalam kurun waktu itu, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah digunakan untuk menjerat dan mempidana kepada banyak pelaku tindak pidana korupsi.Adanya ancaman pidana minimum khusus dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dipandang sebagian kalangan telah membelenggu kebebasan hakim. Hal ini disebabkan hakim tidak dapat menjatuhkan putusan pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus jika telah terbukti suatu perbuatan dilakukan oleh terdakwa. Sebagai contoh, jika seorang terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1), meskipun banyak hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa, maka hakim tetap harus berpedoman pada ancaman pidana minimum khusus dari pasal 2 ayat (1) tersebut, yaitu 4 (empat) tahun.Di satu sisi ancaman pidana minimum khusus dianggap membelenggu kebebasan hakim, namun di sisi yang lain ancaman pidana minimum khusus ini akan mencegah disparitas dalam penjatuhan pidana. Disparitas dalam penjatuhan pidana ini sering dijumpai pada tindak pidana yang dijerat dengan KUHP.
CITATION STYLE
Waluyo, D. (2019). MENCARI SISTEM PEMIDANAAN YANG TEPAT DALAM TATA HUKUM PIDANA DI INDONESIA KHUSUSNYA TINDAK PIDANA KORUPSI. SUPREMASI HUKUM, 15(1), 14–22. https://doi.org/10.33592/jsh.v15i1.242
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.