Sudah sejak awal abad pertama Kristianisme memisahkan diri dari tradisi Yudaisme dan menjadi agama baru sama sekali, meskipun Yesus yang menjadi pokok iman mereka adalah seorang Yahudi. Agama Kristen diajarkan oleh Yesus dengan melepaskan diri dari tradisi Yahudi yang ortodoks, demikianlah anggapan umum hingga sekarang. Maka baik bagi orang Kristen maupun orang Yahudi, seluruh ajaran Kristiani tidak bisa dikembalikan pada akar tradisi Yahudi. Keduanya saling membedakan diri satu sama lain. Yesus mengajarkan “cinta kasih” dan para murid-Nya mempertentangkan ajaran ini dengan ajaran Taurat yang sangat menekankan hukum. Sementara itu jemaat Yahudi menuduh orang Kristen (Yahudi) murtad dari tradisi mereka. Kesan mengenai pertentangan yang sangat keras antara Kristianisme dan Yudaisme di masa lalu ini antara lain juga yang menjadi sebab dari dan memicu—atau setidaknya diduga demikian—munculnya gerakan antisemitisme di Eropa hingga abad keduapuluh. Akan tetapi apakah Kristianisme dan Yudaisme patut dipertentangkan satu sama lain? Dalam buku kecil ini, Daniel Boyarin—seorang rabi Yahudi yang ortodoks serta Profesor Retorika dan Budaya Talmud, Universitas California, Berkeley—mengajukan pandangan bahwa Yesus adalah seorang yang setia pada tradisi Yahudi. Ini berarti ajaran-ajaran yang disampaikan-Nya, setidaknya yang asli, tidaklah menyimpang dari Taurat dan Kitab para Nabi. Jikalau dalam Kristianisme terdapat ajaran yang menyimpang dari sumber Yahudi, maka kiranya karena hal itu ditambahkan atau ditafsirkan secara lain oleh para murid Yesus di kemudian hari, tetapi bukan dari Yesus sendiri. Dari lain pihak, menurut Boyarin, apa yang diajarkan oleh Yesus dapat dilacak kembali dari sumber aslinya dalam Kitab Suci Yahudi. Ajaran Yesus sungguh merupakan bagian dari Yudaisme sendiri. Boyarin mencoba merunut ajaran Yesus yang asli dari sumber-sumber Yudaisme dan mempertemukan tradisi Kristen yang paling awal ini dengan tradisi asli Yahudi. ........... Dalam bab 4 Boyarin membicarakan penderitaan Kristus. Pokok ini sering dikaitkan dengan Yesaya 53 tentang hamba yang setia. Tetapi sekali lagi di sini, kontroversi yang terjadi adalah bahwa sebagian penafsir menempatkan bangsa Yahudi sebagai hamba itu, dan bukan individu, sebagaimana tafsir Kristiani yang menempatkan Yesus dalam posisi tersebut. Alasannya, menurut kebanyakan tafsir Yahudi, “Mesias” tidak menderita. Penderitaan dianggap sebagai aib. Mengutip Joseph Klausner (“The Jewish and Christian Messiah,” dalam The Messianic Idea in Israel, from Its Beginning to the Completion of the Mishnah, trans. W.F. Stinespring, New York: Macmillan, 1955) topik penderitaan Messias dalam Kristianisme diangkat setelah Yesus mengalaminya, jadi semacam apologi (hlm. 130). Kalau demikian, mengapa Allah membiarkan “hamba pilihan”-Nya menderita? Klausner menjawab, demi atau untuk penebusan manusia, sebagaimana diramalkan Yesaya 53. Di sini Klausner mengubah pan-dangan Yahudi, penderitaan itu bukan ramalan tentang pengejaran bangsa Yahudi, melainkan tentang penderitaan Yesus (hlm. 131-132). Menurut Boyarin, tampaknya Midrash dan tradisi ortodoks rabi Yahudi memberi ruang juga pada penderitaan Mesias, karena kedekatan teks Markus 8:38 (“… barangsiapa malu karena Aku dan perkataan-Ku…”), yang menggunakan gaya Middrash untuk mengembangkan gagasan itu untuk Yesus menyangkut penderitaan-Nya, sementara penderitaan dan kematian Mesias juga merupakan bagian dari ajaran umum ortodoksi rabinik (hlm. 134). Tidak semua tafsir Boyarin dapat diangkat dalam resensi pendek ini, tetapi secara umum jalan pikirannya mudah dipahami, juga oleh mereka yang tidak ahli dalam Kitab Suci. Secara ringkas, dalam buku ini Profesor Boyarin mendalami akar Yudaisme dalam Kristianisme awal dan menemukan bahwa ajaran Yesus sama sekali tidak menyimpang dari tradisi Yahudi dan bahwa konsep inkarnasi dan Trinitas pun sudah ada benihnya dalam sumber Yahudi. Maka sebenarnya, tidak ada pemutusan (break) antara ajaran Yesus yang awal dengan Yudaisme sebab kedatangan Messias yang diajarkan Yesus merupakan bagian utuh dari kepercayaan Yahudi, sebagaimana terdapat dalam sumber mereka. (A. Sudiarja, Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta)
CITATION STYLE
Sudiarja, A. (2012). Daniel Boyarin, The Jewish Gospels: The Story of the Jewish Christ, Forwarded by Jack Miles, New York: The New Press, 2012, xxiii + 200 hlm. DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA, 11(2), 257–261. https://doi.org/10.36383/diskursus.v11i2.148
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.