Jawara Banten adalah pertemuan budaya lokal yang luar biasa dari bagian budaya orang Indonesia. Mereka membangun standar budaya sendiri yang tidak sama dengan masyarakat Sunda, Betawi, dan Jawa yang memisahkan wilayah tempat tinggal mereka di tepi utara wilayah Banten. Terlepas dari kenyataan bahwa individu-individu ini berasal dari wilayah Cirebon dan Demak yang datang untuk pada abad keenam belas, namun mereka tampaknya mempunyai hubungan sosial dan obudaya yang otentik dengan asal mereka. Penelitian ini dilaksanakan untuk menggali lebih dalam bagaimana cara berkomunikasi Jawara Banten khususnya dalam komunikasi. Metode yang digunakan adalah campuran dari metode paremiologi dan metode wawancara mendalam. Penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan (April-Desember 2019) termasuk 12 responden wawancara dan tiga buah buku tentang bahasa Jawa untuk melakukan studi paremiologi. Dari hasil tersebut, peneliti mendapat temuan penelitian sebagai berikut: (1) Komunikasi Jawara Banten konsep besarnya adalah “Deduluran” (2) Selain “Sedulur” ada juga konsep “Sebatur” yang masih turunan dari konsep deduluran. Konsep “Sebatur” ini lebih memperecepat untuk menyelesaikan masalah secara musyawarah dan akhirnya damai. (3) Ada perubahan kultur dalam berkonflik di Banten, kalau dulu berkelahi biasanya ada istilah “wes ijen bae, ijen siji-siji ning alon-alon”. Jadi seperti duel dan tidak berkelahi ramai-ramai. Sekarang sudah berkurang karena diselesaikan dulu dengan cara musyawarah. (4) Dalam lingkungan masyarakat Jawara Banten ada larangan yang tidak boleh dilakukan dalam pergaulan antar manusia, ada istilahya “Aje Julid, Aje ngelunjak, Aje Mencangak, Aje Syirika, Aje Ilok Ngebohong, Aje Ilok Ngulungani, Aje Ilok Makan Uong” karena kurang baik untuk dipakai dalam pergaulan.
CITATION STYLE
Venus, A., & Waluyo, L. S. (2020). Komunikasi Konflik Jawara Banten. EKSPRESI DAN PERSEPSI : JURNAL ILMU KOMUNIKASI, 3(1), 58–61. https://doi.org/10.33822/jep.v3i1.1520
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.