Penggunaan kata yang termaktub di dalam al-Qur’an seringkali hanya dilihat dari sudut pandang teologis. Sehingga penggunaan kata dalam al-Qur’an tersebut hanya digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu saja. Padahal penggunaan kata dalam al-Qur’an harus dilihat dari berbagai perspektif. Ta;wil bil ‘ilmi memungkinkan kita melihat bukan hanya unsur teks, tetapi juga konteks. Kajian ini berupaya membuka tabir bahwa kata mu’min, kafir munafiq tidak hanya dilihat dari sudut pandang teologis tetapi terma-terma tersebut merupakan istilah taktis untuk memberi nama kelompokmasyarakat di kota Madinah awal. Mukmin adalah karakter ideal dari warga kota di mana mukmin disamping mempercayai Allah SWT dan Muhammad sebagai rasulullah juga menyepakati kontrak sosial untuk dapat hidup bersama di kota Madinah. Berbanding terbalik dengan terma kafir yang pada awalnya identik dengan musuh kaum mukmin yang hidup di luar kota Madinah. Sedangkan munafiq menjadi karakter yang unik di mana mereka menyatakan dirinya sebagai warga kota Madinah tetapi melerwakan tata etika, hukum dan perundang-perundangan Madinah. Sebagai contoh cerita yang diriwayatkan tentang seseorang yang tidak memilih Muhammad SAW sebagai hakim dan malah memilih Ka’ab ibn Asyraf yang menerima suap. Padahal di semua kota, mulai kota Madinah dan kota modern, suap itu bagaikan penyakit Liver yang mengantarkan kota kepada kematian
CITATION STYLE
Afandi, I. (2017). Mu’min, Kafir Dan Munafiq : Politik Identitas Kewargaan Di Awal Islam (Kajian Tentang QS. Al-Baqoroh : 1 – 20). Jurnal Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi Dan Pemikiran Hukum Islam, 9(1), 62. https://doi.org/10.30739/darussalam.v9i1.117
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.