Some Islamic programs both in SMAN 6 nor in SMKN 2 such as Muslim-Muslim clothing, learning of Islamic Religion and Character Education are not only aimed at Muslim students but also involve non-Muslim (Christian) students. In this position, Christian students are faced with a conflict of identity. On the one hand, they are not possible to establish Islamic identity as Muslim students because the religion is a dogma that does not cast doubt. On the other hand, they were almost impossible to get out of various Islamic programs because it was a regional policy and in the public schools was embodied in various rules and rule of schools. This paper presents a study of how they imitate the Islamic identity of the school's public space and how they interpret the imitation process. Based on the results of observations, interviews, and FGDs with schools, Christian students, their parents, Padang City Christian religious leaders and Padang City Education Office, this paper concludes that Christian students try to imitate "like" Muslim students. It's just they behave "like" Muslim students are more meaningful than self-adjustment which has nothing to do with religion. While religion is interpreted as faith and belief and that is the reality of religion. [Beberapa program keislaman baik di SMAN 6 maupun di SMKN 2 seperti kewajiban berbusana muslim-muslimah, kultum dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tidak hanya ditujukan terhadap siswa muslim, namun juga melibatkan siswa non-muslim (Kristen). Dalam posisi tersebut siswa Kristen dihadapkan pada benturan identitas. Di satu sisi, mereka tidak mungkin untuk menjati-dirikan identitas keislaman sebagaimana layaknya siswa muslim lantaran agama adalah dogma yang tidak meruangkan keragu-raguan. Mereka hampir tidak mungkin pula keluar dari berbagai program keislaman lantaran hal tersebut merupakan kebijakan daerah dan di sekolah-sekolah umum negeri dijelmakan dalam berbagai aturan dan tata tertib sekolah. Paper ini menghadirkan kajian tentang bagaimana mereka meniru identitas keislaman ruang publik sekolah dan bagaimana pula mereka memaknai proses peniruan tersebut. Berdasarkan hasil-hasil observasi, wawancara, dan FGD dengan pihak sekolah, siswa Kristen, para orang tua mereka, pemuka agama Kristen Kota Padang dan Dinas Pendidikan Kota Padang, paper ini menyimpulkan bahwa bahwa siswa Kristen berusaha meniru untuk “seperti” siswa muslim. Hanya saja berperilaku “seperti” siswa muslim lebih mereka maknai sebatas penyesuaian diri yang tidak ada hubungannya dengan agama. Sementara agama dimaknai sebagai iman dan keyakinan dan itulah agama yang sesungguhnya.]
CITATION STYLE
Ashadi, A. (2017). Muslim Paruh Waktu di SMAN 6 dan SMKN 2 Kota Padang. Religió: Jurnal Studi Agama-Agama, 7(2), 205–236. https://doi.org/10.15642/religio.v7i2.738
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.