Aceh merupakan salah satu wilayah konflik terlama di Asia Tenggara. Konflik Aceh-Jakarta memakan waktu 60 (enam puluh) tahun lamanya, sejak Indonesia berproses mendapatkan kemerdekaan penuh dari kolonial Belanda dan berakhir dengan lahirnya perundingan MoU Helsinki tahun 2005 di Aceh. Dalam rentang waktu tersebut, hubungan Aceh-Jakarta telah mengalami pasang surut dengan empat kali perundingan damai dan empat kali pemberian otonomi khusus sebagai solusi penyelesaian konflik Aceh-Jakarta. Tulisan ini mengkaji alasan-alasan yang mendasari terjadinya konflik masa lalu Aceh-Jakarta dan faktor-faktor yang menyebabkan hubungan Aceh-Jakarta pasca MoU Helsinki 2005 mengalami pasang surut. Metode yang digunakan dalam kajian ini ialah deskriftif-kualitatif dengan teknik observasi partisipatif, yaitu observasi dan partisipasi langsung pada objek kajian yang sedang berlaku di Aceh. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pengkhianatan dan ketidakjujuran pemerintah di Jakarta pada setiap perundingan penyelesaian Aceh adalah akar konflik Aceh-Jakarta sepanjang masa, seperti pembatalan Qanun Bendera dan Lambang Aceh, pemaksaan penundaan Pilkada Aceh dari 2022 ke 2024, sehingga hubungan politik Aceh-Jakarta pasca MoU Helsinki belum begitu stabil dan harmonis seperti yang dicita-citakan masyarakat Aceh
CITATION STYLE
Matsyah, A., & Abdul Aziz, U. B. (2021). PASANG SURUT HUBUNGAN ACEH - JAKARTA PASCA MOU HELSINKI. Jurnal Adabiya, 23(2), 255. https://doi.org/10.22373/adabiya.v23i2.10539
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.