Pesatnya perkembangan industri pariwisata membawa dampak heterogenitas kultural yang bercampur baur menjadi satu. Hal ini memberikan corak tersendiri bagi kultur masyarakat Bali yang berbasiskan spirit dan nilai–nilai agama Hindu. Serta memiliki paradigma yang selama ini melekat pada orang Bali, bahwa orang Bali adalah orang yang sangat terbuka, toleran, dan ramah terhadap keberadaan suku, bangsa ataupun agama lain. Namun kontak atau interaksi dengan asyarakat pendatang tentu saja akan memberikan suatu pengaruh, baik secara disengaja maupun tidak disengaja bagi kedua belah pihak yang berinteraksi tersebut, seperti halnya yang terjadi di desa Dalung. Dimana interaksi dengan agama Nasrani baik paham Katolik dan paham Protestan (Kristen) telah terjadi sejak tahun 1936, ditandai dengan didirikannya Gereja pertama di Bali yang bertempat di Desa Adat Tuka, Desa Dalung. Beberapa masyarakat desa Dalung beralih agama (konversi agama) dari Hindu ke Katolik dan Protestan. Namun dewasa ini ada juga yang kembali lagi ke agama asal yaitu agama Hindu. Sebagai sebuah masyarakat yang terdiri atas dua komunitas, yaitu Nasrani dan Hindu sangat disadari kemungkinan terjadinya konflik sebab secara ideologi kedua keyakinan ini memang berbeda. Namun dalam perjalanan sejarahnya belum pernah terjadi konflik yang sangat berarti. Walaupun muncul konflik biasanya diselesaikan oleh kedua belah pihak dengan cara musyawarah dan kekeluargaan.
CITATION STYLE
Artatik, I. G. A. (2018). POLA INTERAKSI UMAT HINDU–NASRANI. VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia, 1(1), 1–9. https://doi.org/10.32795/vw.v1i1.171
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.