Artikel ini mendiskusikan toleransi dalam konteks demokrasi dan tantangan multikulturalisme. Apakah toleransi terlalu lemah dan ditolak dalam demokrasi sebagaimana klaim umum pendukung multikultural? Ataukah konsepnya diterima hanya konsepsinya yang diperbaharui? Bagaimana relevansinya bagi agenda demokratisasi di Indonesia? Penulis berusaha menjawab pertanyaan tersebut menggunakan perspektif etika dan filsafat politik. Penulisan merujuk kepada sumber kepustakaan (bibliography research) dengan mengacu pada sumber primer pemikiran filsuf kontemporer Rainer Forst, yang menawarkan sebuah pendekatan kritis dan konseptual terhadap toleransi. Artikel ini mencakup tiga bagian: bagian pertama berusaha menjernihkan konsep toleransi dengan analisis konseptual terhadap toleransi. Konsep toleransi bersifat tunggal dan elementer, tetapi konsepsi atau interpretasi tentang toleransi itu dapat beragam sehingga mempengaruhi penerimaan terhadap toleransi. Bagian kedua meletakkan toleransi dalam konteks demokrasi multicultural yang memberi perhatian lebih pada kehadiran kelompok minoritas marginal dalam suatu komunitas. Penulis berargumen toleransi harus diterima sejauh dimaknai secara lebih mendalam setelah dibebaskan dari makna represif di dalamnya, dan menawarkan makna optimal yang lebih egaliter bahkan afirmatif. Bagian terakhir merupakan kontekstualisasi konsepsi toleransi sebagai “mutual-respect”dan “mutual-esteem” atau yang lebih progresif dari itu dalam konteks demokratisasi Indonesia, yang sedikit banyak mengacu pada hasil penelitian lapangan tentang dinamika pluralitas dan minoritas di PMB-LIPI tahun 2018.
CITATION STYLE
Setyabudi, M. N. P. (2020). KONSEP DAN MATRA KONSEPSI TOLERANSI DALAM PEMIKIRAN RAINER FORST. Jurnal Filsafat Indonesia, 3(3), 81–94. https://doi.org/10.23887/jfi.v3i3.24895
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.