Dilematika Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Dan Refleksi Hukum Islam Bagi Non Muslim Yang Bersengketa

  • Saputera A
N/ACitations
Citations of this article
42Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

AbstrakGeliat perkembangan ekonomi syariah di indonesia semakin pesat, hal ini tidak lepas dari prinsip spiritualis idealis yang diusung oleh sistem perekonomian ini, Berbicara tentang ekonomi syariah berarti memperbincangkan persoalan harta, benda, dan transaksi, sehingga diskurs itu tidak akan pernah lepas dari gesekan atau sengketa yang diakibatkan oleh Wanprestasi. Tulisan ini berusaha mengupas tuntas persoalan dualisme kewenangan peradilan Agama atau Negeri dalam menyelesaikan sengketa Ekonomi Syariah, dan kemungkinan diperbolehkan atau tidaknya Non Muslim menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan agama yang nota bene hanya diperuntukan bagi pemeluk agama Islam saja. Kesimpulannya Penyelesaian sengketa ekonomi syariah boleh dilakukan melalui 2 jalur, yaitu  litigasi (sidang di pengadilan) dan non litigasi (diluar sidang pengadilan atau dengan jalan ADR). Pengadilan Agama memiliki kewenangan mutlak untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan, segala bentuk penyelesaian sengketa di bidang ekonomi syariah. Non Muslim diperbolehkan untuk menggunakan sistem ekonomi berbasis syariah dan bilamana terjadi gesekan atau perkara, maka harus diselesaikan melalui jalur peradilan Agama dengan syarat kumulatifnya, harus mau menundukan diri (Asas Penundukan diri) dengan sukarela terhadap ketentuan dan tata cara penyelesaian Hukum Islam. Sekalipun terkesan saling bertentangan, Asas Personalitas Keislaman tidak bertolak belakang dengan Konsep Kewenangan Absolut Pengadilan Agama, bahkan justru keduanya saling melengkapi menyesuaikan pada pola konteks persoalan.AbstractThe progress of the development of the Islamic economy in Indonesia is increasingly rapid, this is inseparable from the idealist spiritualist principles promoted by this economic system, Talking about Islamic economics means discussing the issues of property, objects and transactions, so that the exchange rate will never be separated from friction or disputes. caused by Default. This paper seeks to thoroughly examine the dualism of the authority of the Religious or State courts in resolving Sharia Economic disputes, and whether or not it is permissible for non-Muslims to resolve sharia economic disputes in religious courts which are nota bene, only for Muslims. In conclusion, sharia economic dispute resolution can be done through 2 channels, namely litigation (trial in court) and non-litigation (outside court proceedings or by means of ADR). The Religious Courts have absolute authority to examine, try and decide all forms of dispute resolution in the field of sharia economics. Non-Muslims are allowed to use a sharia-based economic system and if there is friction or a case, it must be resolved through the religious court with the cumulative conditions, must be willing to submit (the principle of submission) voluntarily to the provisions and procedures for settling Islamic Law. Even though it seems contradictory to each other, the Principle of Islamic Personality does not contradict the Concept of Absolute Authority of the Religious Courts, in fact both of them complement each other according to the pattern of the context of the problem.

Cite

CITATION STYLE

APA

Saputera, A. R. A. (2021). Dilematika Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Dan Refleksi Hukum Islam Bagi Non Muslim Yang Bersengketa. Iqtishaduna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Ekonomi Syari’ah, 173–183. https://doi.org/10.24252/iqtishaduna.v2i2.15630

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free