Pada dekade belakangan ini, banyak oknum Notaris yang terlibat permasalahan hukum. Salah satunya kasus penyalahgunaan kepercayaan, berupa menggunakan uang pembayaran pajak jual-beli tanah yang dititipkan oleh klien kepada Notaris, sebagaimana dalam Putusan PN Denpasar Nomor: 300/Pid.B/2015/PN.Dps. tertanggal 04 Agustus 2015, bahwa Notaris dinyatakan sebagai terdakwa tindak pidana penggelapan. Tujuan tulisan ini untuk menganalisis: (1) kewenangan Notaris menerima dan membayarkan uang pajak jual beli tanah, yaitu PPh dan BPHTB, ke kas negara; dan (2) sanksi pidana terhadap Notaris tersebut. Hasil tulisan ini menyimpulkan: pertama, bahwa kewenangan Notaris dalam menerima dan membayarkan uang pajak jual beli tanah, yang berupa PPh dan BPHTB, ke kas negara tidak diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Namun Notaris mempunyai kewenangan jika para penghadap (klien) memberikan kuasa kepadanya. Kedua, bahwa Notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan pajak jual beli tanah telah memenuhi rumusan Pasal 372 KUHP, sehingga dijatuhi sanksi pidana penjara 6 bulan. Namun pidana ini tidak perlu dijalani oleh Terdakwa, kecuali jika dalam masa 10 bulan terdapat Putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap bahwa terdakwa melakukan suatu tindak pidana.
CITATION STYLE
Hartati, H. (2018). Penerapan Sanksi Pidana Bagi Notaris Pelaku Penggelapan Pajak Jual Beli Tanah (Studi Kasus Putusan Nomor: 300/Pid.B/2015/PN.Dps.). Al-Qanun: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 1–27. https://doi.org/10.15642/alqanun.2018.21.1.1-27
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.