Isu tentang hak dan kedudukan wali nikah dalam hukum Islam merupakan salah satu objek perdebatan dalam sejarah perkembangan hukum Islam. Para ulama mazhab, bahkan hingga saat ini belum mencapai kesepakatan tentang hukum pernikahan yang dilakukan tanpa adanya wali.. Perbedaan tersebut bertolak dari pemahaman para ulama mazhab terkait dengan dasar hukum hadis yang digunakan sebagai sumber dalam menggali hukum. Kajian ini dibatasi pada dua permasalahan berikut: (1) Bagaimana hak dan kedudukan wali nikah menurut pandangan mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali)?; (2) Bagaimana hak dan kedudukan wali nikah tersebut apabila ditinjau dari konteks kekinian? Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), sedangkan model analisis yang digunakan adalah analisis perbandingan (comparative analysis) dimana dalam hal ini penulis berusaha memperbandingkan konsep hukum wali nikah menurut pada ulama mazhab dengan konteks sosial yang berkembang saat ini. Hasil penelitian ini adalah: (1) Mayoritas ulama mazhab sepakat bahwa pernikahan tidak sah jika dilakukan tanpa wali. Namun demikian tidak ada keterangan yang tegas mengenai hak dan kedudukan wali dalam pernikahan dalam arti apakah seorang wali cukup hadir dalam pernikahan anak perempuannya, ataukah seorang wali mempunyai hak untuk mengizinkan atau membatalkan suatu pernikahan yang akan dilaksanakan. Berbeda dengan jumhur ulama, mazhab Hanafi berpendapat bahwa pernikahan dianggap sah meskipun tanpa adanya wali nikah. (2) Terkait dengan apakah hukum wajibnya wali dalam pernikahan bersama hak ijbar yang melekat padanya masih relevan dengan situasi kekinian? Penulis dalam hal ini berpendapat bahwa 'illat hukum dari wajibnya kehadiran dan izin wali dalam pernikahan adalah untuk memelihara kemaslahatan anak gadis yang hendak menikah dan melindunginya dari kemudharatan akibat pernikahan tersebut (disebabkan karena anak gadis yang hendak menikah belum dewasa atau tidak memiliki pengalaman yang memadai dalam memilih pasangan hidup), maka kehadiran wali adalah wajib selama 'illat hukum tersebut masih ada dalam suatu pernikahan. Sebaliknya, ketika 'illat hukum yang dimaksud sudah tidak ditemukan dalam suatu akad pernikahan, misalnya bagi pernikahan seorang perempuan yang telah dewasa, terdidik, dan mampu memilih yang baik dan buruk bagi hidupnya, maka dalam konteks ini kewajiban menghadirkan wali dan meminta persetujuannya tersebut tidak diperlukan lagi.
CITATION STYLE
Tohari, C. (2021). KEDUDUKAN WALI SEBAGAI SYARAT SAHNYA PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM: Perspefktif Historis dan Ushul Fiqh. Al-Maslahah : Jurnal Ilmu Syariah, 17(1), 1–27. https://doi.org/10.24260/al-maslahah.v17i1.1894
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.