Peredaran barang dan jasa saat ini tidak lagi dapat dibatasi hanya dalam suatu lingkungan negara tertentu saja, tetati telah menembus batas-batas negara, perbedaan sosial, budaya, ras, agama, dan ideologi. Disamping itu, globalisasi perdagangan dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa yang ditawarkan. Kondisi yang demikian pada satu pihak akan barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Namun di sisi lain, keadaan tersebut juga berpotensi menimbulkan permasalahan atau kerugian bagi konsumen. Undang-undang No 8 Tahun 1999 memberikan batasan bagi pelaku usaha dan konsumen, juga memberikan secara khusus tugas dan langsung mengenai perlindungan konsumen, seperti yang tercantum di dalam pasal 45 Undang-Undang tersebut di atas. Dilihat dari segi perdata atau aspek perdata, apabila barabg atau jasa yang dikonsumsinya menimbulkan kerusakan, pencemaran dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha. Gugatan tersebut dapat diajukan atas dasar perbuatan melawan hukum yang diatur dan tercantum dalam pasal 1365 KUHPerdata. Dalam UUPK pelanggaran-pelanggaranyang dilakukan pelaku usaha juga diancam dengan pidana baik berupa pidana penjara, denda, maupun pidana tambahan dalam Pasal 62 UUPK.
CITATION STYLE
Quintarti, M. A. L. (2020). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN AKIBAT PRODUK MAKANAN YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR MUTU MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(4), 859–864. https://doi.org/10.47492/jip.v1i4.155
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.