Krisis lingkungan merupakan salah satu isu aktual yang perlu mendapat perhatian serius, bukan saja dari para ilmuan, tetapi juga para agamawan, karena kerusakan alam telah sedemikian menggurita dan diperlukan “agama baru” yang memiliki konsern terhadap problem lingkungan. Untuk itu, Al-Qur’an sebagai sumber etik tertinggi bagi umat Islam perlu dikaji secara komprehensif untuk menemukan prinsip-prinsip etik dalam berinteraksi dengan lingkungan. Membiarkan lingkungan alam rusak, tanpa upaya untuk memeliharanya, sama artinya dengan menandatangi kontrak bagi kehancuran alam dan eksistensi manusia itu sendiri. Dengan pendekatan tafsir tematik-kontekstual, setidaknya ditemukan beberapa kesimpulan bahwa interaksi manusia dengan lingkungan secara baik merupakan bagian dari pengamalan agama. Barangsiapa yang akidahnya benar, maka akan benar pula dalam berinteraksi dengan lingkungan. Ini karena, dalam pandangan al-Qur’an, lingkungan setidaknya merupakan sign of God (âyat Allah (tanda kekuasaan dan eksistensi Tuhan). Setidaknya lingkungan alam memiliki tiga ciri khas yaitu, fungsional, dialektik, dan estetis dalam kehidupan manusia. Hal itu meniscayakan pentingya memegang teguh prinsip-prinsip etik dalam berinteraksi dengan lingkungan alam, yaitu: 1) tidak melakukan kerusakan, 2) berlaku adil, 3) berbuat ihsan dan 4) seimbang dan tidak eskploitatif dalam menggunakan sumber daya alam.
CITATION STYLE
Mustaqim, A. (2018). al-Mu’amalah ma’a al-Bi’ah fi Manzur al-Qur’an al-Karim: Dirasat al-Tafsir al-Mawdu’i al-Siyaqi. ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 19(1), 25–48. https://doi.org/10.14421/esensia.v19i1.1486
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.