ABSTRAKMahkamah Konstitusi pada tanggal 18 Februari 2015 telah membacakan putusan perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 yang pada pokoknya membatalkan seluruh isi dalam Undang-Undang Nomor Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Mahkamah juga memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang pengairan berlaku kembali. Salah satu daerah dengan sumber air yang melimpah adalah kaki gunung muria di Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya air sebelum pembatalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air di Kaki Gunung Muria Kabupaten Kudus dilakukan oleh pemilik tanah dan tidaka da kompensasi terhadap masyarakat kecuali masyarakat meminta, dan sampai sekarang walaupun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, sistem pengelolaannyapun tidak berubah. Seharusnya ada perubahan yang mendasar dikarenakan hak pengelolaan air dikembalikan ke negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Model ideal pengelolaan air pasca pembatalan undang-undang sumber daya air, adalah dikembalikan ke negara dalam hal ini masyarakat dan pemerintah daerah. Dibuat semacam Badan Usaha Milik Desa dimana saham dimiliki oleh masyarakat desa dan pemerintah daerah. Bagi pemilik tanah yang kebetulan ada sumber mata airnya, tidak boleh memiliki hak ekslusif atas manfaat sumber mata air tersebut.
CITATION STYLE
Azil Maskur, M. (2019). Kebijakan Pengelolaan Air Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Sumber Daya Air. Jurnal Konstitusi, 16(3), 510. https://doi.org/10.31078/jk1634
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.