Penelitian ini bertujuan mengungkapkan makna rekonsiliasi yang terdapat dalam prakteksis ritual “Yamu” suku bangsa Marind anim di kampung Kuper. Data penelitian diperoleh melalui observasi pelaksanaan ritual Yamu serta melalui wawancara dengan berbagai informan baik pelaku ritual maupun tiga orang tokoh adat Marind anim di kampung Kuper. Observasi maupun wawancara difokuskan pada aktivitas puncak ritual ‘Yamu’ yakni santap sagu “sep” bersama dan mekanisme penyelesaian konflik atas sebab-sebab kematian arwah sanak keluarga yang bersangkutan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan ritual “Yamu” berpuncak pada pertemuan dan percakapan bersama anggota keluarga yang masih hidup maupun arwah anggota keluarga yang sudah meninggal. Hal ini menunjukan ikatan persekutuan yang tak terpisahkan antara kerabatan yang masih hidup dan sudah meninggal. Selain itu komunikasi antara kaum kerabat tersebut bertujuan mewujudkan kondisi batin individu dimana tercipta rasa damai, tenang, harmonis hidup bagi mereka yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Di dalam gereja, ikatan relasi iman yang sama antara mereka yang masih hidup maupun yang sudah meninggal terus meneruskan dihidupkan.1 Ritual Yamu menjadi penting bagi suku bangsa Marind anim karena memberi penegasan dan kepastian terhadap situasi “chaos” yang ditimbulkan oleh adanya peristiwa kematian. Dengan kata lain dinamika dan mekanisme percakapan dalam pertemuan kaum berabat dalam ritual “Yamu” tersebut bertujuan mewujudkan “rekonsiliasi” antara berbagai unsur yang bertentangan dan adanya suasana “chaos” karena adanya prasangka di antara anggota masyarakat damaikan dan diharmonisasikan.2 Di dalam kondisi hidup yang kondusip dan harmonis kehidupan berjalan normal.
CITATION STYLE
Wonmut, X. (2022). Rekonsiliasi Dan Penguatan Tatanan Sosial Sebagai Puncak Prosesi Ritual Yamu Dalam Budaya Marind. Jurnal Masalah Pastoral, 10(2), 60–72. https://doi.org/10.60011/jumpa.v10i2.64
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.