Gunungkidul held the Regional Elections in 2020 which were attended by four pairs of regional head candidates. During the regional elections in Gunungkidul, various acts of election violations were found by the candidates. Bawaslu as an independent supervisor collaborated with the community trying to improve participatory surveillance by forming the Gerakan Perempuan Mengawasi (GPM). This study aims to find out how the collaboration model between Bawaslu and GPM is formed in participatory surveillance of the Gunungkidul Regency regional elections. This research uses a qualitative type of research method with a case study approach. The results obtained from this study are known that women’s participation and enthusiasm in participatory surveillance is an opportunity for Bawaslu to collaborate. Collaborative governance between Bawaslu and the community (represented by GPM) has been successfully implemented and shows positive intensity in conducting participatory surveillance of the Gunungkidul Regency regional elections. However, the collaboration process between stakeholders is still not optimal, especially in the planning aspect. The model recommendations that researchers offer refer to a Harvard analysis that identifies data through gender analysis. It was concluded that the pattern of collaboration carried out between Bawaslu and GPM in participatory surveillance will prepare female volunteers to assist in surveillance in the implementation of the 2024 elections. Abstrak Gunungkidul melaksanakan Pilkada pada tahun 2020 yang diikuti oleh empat pasangan calon Kepala Daerah. Pada saat berlangsungnya pilkada di Gunungkidul, ditemukan berbagai tindakan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh pasangan calon. Bawaslu sebagai pengawas independen berkolaborasi dengan masyarakat guna meningkatkan pengawasan partisipatif dengan membentuk Gerakan Perempuan Mengawasi (GPM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk model kolaborasi antara Bawaslu dengan GPM dalam pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. GPM memiliki tugas untuk mengawasi tindakan politik hitam di lingkup kecil yang ada di masyarakat. Berdasarkan data dari Bawaslu saat ini jumlah anggota GPM yang aktif sekitar 175 orang dan diharapkan untuk dapat menjadi kekuatan baru untuk membantu Bawaslu dalam mengawasi Pilkada Gunungkidul. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa adanya partisipasi dan antusiasme perempuan yang tinggi untuk ikut dalam pengawasan partisipatif menjadi sebuah peluang bagi Bawaslu untuk berkolaborasi. Collaborative governance antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) telah berhasil dijalankan dan menunjukkan intensitas positif dalam melakukan pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. Namun, proses kolaborasi antar stakeholders, masih belum optimal terutama pada aspek planning. Adapun rekomendasi model yang peneliti tawarkan merujuk pada analisis Harvard yang mengidentifikasi data melalui analisis gender. Disimpulkan bahwa pola kolaborasi yang dilakukan antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) dalam pengawasan partisipatif, Bawaslu akan mempersiapkan relawan perempuan untuk membantu pengawasan pada pelaksanaan pemilu tahun 2024.
CITATION STYLE
Qoyimah, D., Wardana, M. R., Susi, N., Nooresa, A. F., Muttaqin, M. I., & Wijaya, S. R. (2023). Collaborative Governance: Model Pengawasan Partisipatif Berbasis Gerakan Perempuan Mengawasi [Collaborative Governance: A Model of Participatory Surveillance Based on The Gerakan Perempuan Mengawasi]. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional, 13(2), 182–202. https://doi.org/10.22212/jp.v13i2.3317
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.