Sebelum Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) berlaku , semua tanah hak barat sudah terdaftar, misalnya hak eigendom, erfpacht, opstal dan gebruik yang diselenggarakan menurut Overschrijvings Ordonnantie (SIbl.1834-27), sedangkan tanah-tanah hak milik adat yang disebut agrarisch eigendom dan tanah-tanah hak milik I daerah-daerah swapraja, seperti grant sultan dan grant controleur. Sebagian besar dari tanah-tanah hak adat belum terdaftar. Oleh karena itu setelah berlakunya UUPA, demi kepastian hukum, semua bidang tanah diseluruh Indonesia harus didaftarkan. Menurut hukum tanah nasional, pendaftaran tanah dimaksud mengacupada rechtskadaster atau legal cadastre karena ditujukan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hak (Pasal 19 ayat I UUPA). Menurut Pasal I butir I PP No 241 1997, pendaftaran tanah didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data Yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
CITATION STYLE
Hardianingsih, H. (2017). ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DESA DALAM RANGKA PENDAFTARAN KONVERSI BEKAS HAK MILIK ADAT (STUDI DI WILAYAH KECAMATAN TANAH SAREAL KOTAMADYA BOGOR). Jurnal Hukum & Pembangunan, 36(4), 469. https://doi.org/10.21143/jhp.vol36.no4.1472
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.