Ritual sesungguhnya memiliki kekuatan saling ketergantungan dengan Puja,Weda, Sehe dan Attmanastuti. Karena ritual memiliki kekuatan Prawrti Jnana, sedangkan Puja Weda, mantram, sehe dan attmanastuti memiliki Nirwrti Jnana dan Prawrti Jenana kedua kekuatan itu adalah sebagai kekuatan Lingga (Puja Weda, Mantra, sehe dan attmanastuti) dan kekuatan Yoni (ritual), atau kekuatan Bhakti dan Sradhanya umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi. Kehidupan Rwa Bhineda tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan keseharian. Ritual dalam Hindu merupakan wujud, bentuk dan fungsi. Tetandingan Ritual hendaknya berdasarkan pada: Kuno Dresta (purwa dresta), Desa Dresta, dan yang terpenting justru Sastra Dresta yang merupakan inti pokok dari filsafat ritual agama Hindu, bentuknya boleh berbeda-beda sesuai dengan Desa Dresta namun isinya atau esensinya sesuai dengan Weda atau sastra Drsesta ( Ida Bagus Putu Dharsana,2010). Sesungguhnya ada 4 (empat) ajaran agama Hindu ini merupakan cerminan dari esensi ajaran Weda yaitu: (1). Ajaran Mantra mencerminkan adanya ritual dan dharma gita/lagu-lagu pemujaan seperti adanya Puja Weda, mantra dan sehe. (2). Ajaran upanisad mencerminkan adanya Tattwa agama/filosofis ajaran agama yang sangat dalam maknanya, sesungguhnya tidak seperti apa yang kita lihat, namum dibalik tersebut tidak bisa terjangkau oleh akal pikiran manusia.(3). Ajaran Brahmana mencerminkan adanya ritual keagamaan yang sangat beraneka ragam bentuk jenis dan fungsinya, sesuai dengan Kuna Dresta, Desa Dresta dan Sastra Dresta. Namun secara kenyataan itu berbeda semua, tetapi secara esensi pada hakikatnya itu adalah sama “ Ekam Evam Adityam Brahmana”.(4). Ajaran Aranyaka mencerminkan adanya Etika. Ajaran etika sangat penting dalam pelaksanaan kehidupan beragama dan keagamaan. Lebih-lebih dalam kehidupan kekinian, ajaran etika mutlak ditingkatkan disegala lini kehidupan. Termasuk dalam pelaksanaan ritual yadnya harus dilandasi dengan makna filosofis dan etika, sehingga makna ritual, makna filosifis dan makna etikanya menyatu yakni satyam sivam sumdharam. Ritual merupakan unsur yang dapat mewakili pengertian tersebut. Hal ini merupakan penyikapan bhatin yang mendalam dan pada hakikatnya sesaji/banten merupakan banyak hal. Bisa melambangkan sifat-sifat Tuhan seperti banten Dewa-dewi, Lis Senjata, Banten Guru piduka, Banten Daksina Pejati, Banten Plagembal, Banten Bebangkit dan sebagainya. Disamping tersebut banten juga melambangkan kreatifitas manusia dalam perjalnan hidupnya mencari hakikat kebenaran. Banten juga merupakan wujud cinta kasih dan pelepasan ikatan duniawi yang menjerat kehidupan manusia. Sebagai wakil ketinggian daya nalar manusia, untuk menyampaikan gagasan dan ide-ide dalam melakukan komunikasi, baik diantara manusia, dengan alam lingkungan, maupun yang bersikap transenden. Secara filsafat dinyatakan semakin tinggi daya nalar manusia, semakin mampu menampilkan gagasannya dan ide-idenya yang lahir dari penyikapan pengalaman rohani yang lebih komunikatif, baik dilihat dari keanekaragaman bentuk, simbolis maupun keluasaan ataupun kedalaman makna. Filosofi ritual merupakan sarana konsentrasi, sarana pembersihan, sarana kesucian dan mengandung nilai estitika. Dan sangat perlu kita sadari mengapa kita beryadnya, tujuan melakukan yadnya, kualitas yadnya dan arti lambing yadnya. Sebagai manipestasi Ida Sang Hyang Widhi. Semua yadnya bhakti yang dilaksanakan sebagai peradaban hidup suci dan harmonis. Keharmonisan ini akan menimbulkan berbagai nalia seni, budaya dan tradisi menjadi akulturasi kehidupan dialektika agama dan budaya yang mengakar dalam masyarakat, dan ini lah yang sessungguhnya memutar dunia bisa bergerak sesuai dengan dharmanya. Dengan ritual yang tulus dan suci akan memberikan kedamian bhatin serta alam beserta isinya menjadi harmoni.
CITATION STYLE
Warta, I. N. (2019). Filosofi Ritual Sesuai Kearifan Lokal Mewujudkan Kehidupan Harmoni. Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu, 22(1). https://doi.org/10.54714/widyaaksara.v22i1.19
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.