Penetapan laju pertumbuhan produksi kakao sebesar 3,9% per tahun harus diimbangi dengan peningkatan daya saing agar produksi kakao mampu memberikan nilai tambah dan kesejahteraan bagi petani. Kelemahan kakao Indonesia dalam persaingan di pasar global terutama adalah mutu biji rendah karena tingginya kadar biji tidak difermentasi (> 3%) serta kadar kotoran (> 2%). Selain itu, pasar juga menerapkan persyaratan keamanan pangan yang ketat dan preferensi cita rasa konsumen yang perlu diantisipasi antara lain dengan menerapkan proses fermentasi. Inovasi teknologi fermentasi biji kakao telah tersedia, namun inovasi kebijakan masih perlu penyempurnaan. Kelembagaan fermentasi perlu dibangun, di antaranya melalui revitalisasi unit pengolahan hasil (UPH) dengan menjadikan UPH sebagai unit bisnis yang dikelola secara terorganisir untuk mendapat manfaat ekonomis, sosial, dan lingkungan secara optimal. Penerapan kaidah praktik pertanian dan penanganan yang baik juga perlu dilakukan oleh petani maupun pedagang pengumpul. Untuk itu panduan pelaksanaan dan pendampingan secara intensif perlu disiapkan. Penerapan praktik pertanian dan pengolahan yang baik perlu didukung dengan revitalisasi penyuluhan.
CITATION STYLE
Munarso, S. J. (2017). Penanganan Pascapanen untuk Peningkatan Mutu dan Daya Saing Komoditas Kakao. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 35(3), 111. https://doi.org/10.21082/jp3.v35n3.2016.p111-120
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.