Barometer yang digunakan untuk mengukur keberhasilan sebuah media televisi adalah menjaring jumlah penonton yang cukup besar itu, dikuantifikasikan dengan rating, dengan hanya berpatokan dengan hasil rating maka rating sudah layaknya sebagai ‗Tuhan‘ yang menentukan keberlanjutan media televisi. Media televisi berlomba-lomba membuat sebuah program yang dapat menghasilkan rating tertinggi atau media televisi mencoba membuat program televisi yang sejenis atau meniru program televisi dari stasiun televisi lainnya, inilah yang disebut dengan mimetisme. Yakni, gairah yang tiba-tiba menghinggapi media dan mendorongnya, sepertinya sangat urgen, bergegas untuk meliput kejadian karena media lain, terutama yang menjadi acuan, menganggapnya penting. Pendekatan atau metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif, dengan memberikan contoh-contoh kasus (studi kasus). Tujuan dari penelitian ini yakni dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang industri penyiaran, khususnya industri penyiaran televisi-televisi nasional yang ada di Indonesia. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini bahwa, potret industri pertelevisian di Indonesia, cenderung lebih mengutamakan kepentingan pasar. Logika pasar yang berujung untuk mendapatkan keuntungan yang besar, tampaknya mengabaikan fungsi atau peran media sebagai medium pendidikan melalui informasi yang benar, bermartabat dan layak.
CITATION STYLE
Herdono, I. (2015). POTRET TELEVISI DI INDONESIA (Kajian Perspektif Teori Ekonomi Politik Media dan Kritis). Scriptura, 5(2). https://doi.org/10.9744/scriptura.5.2.62-70
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.