Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan perlu dibentuk karena pemanfaatannya belum dapat memakmurkan rakyat Indonesia sesuai amanat UUD 1945. Untuk itu Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai peraturan dasar pertanahan perlu dilengkapi dengan peraturan lain, pada tataran bentuk dan level yang kurang lebih sama. Dengan demikian, RUU Pertanahan dak dimaksudkan untuk menggankan UUPA, namun bersifat lex specialis dari UUPA yang bersifat lex generalis. Untuk itu perlu dikaji materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tersebut agar selaras dengan UUPA. Pendekatan yuridis normaf digunakan untuk menyusun kajian ini. Analisis atas peraturan dan bahan pustaka dilakukan secara juridis kualitaf dengan menggunakan metode penafsiran hukum sistemas. Materi muatan RUU Pertanahan harus menekankan pada pengaturan pemilikan, dan penggunaan tanah yang lebih mengutamakan keadilan agraria, yang dapat memperkecil mbulnya konflik/sengketa agraria. Keadilan agraria adalah kondisi dimana dak ada penumpukan pemilikan dan penggunaan tanah pada seseorang atau korporasi. Oleh karenanya materi muatannya harus mengacu dan selaras dengan UUPA, Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 dan Putusan-putusan Mahkamah Konstusi tentang penafsiran hak menguasai negara, sebagai hasil dari upaya pembaruan agraria. Hal ini penng, karena untuk keharmonisan sistem hukum, RUU Pertanahan harus menjadi subsistem yang integral dari sistem hukum agraria nasional.
CITATION STYLE
Nurlinda, I. (2016). TELAAH ATAS MATERI MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN Ida Nurlinda. Jurnal Bina Mulia Hukum, 1(1), 1–13. https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.1
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.