Ibadah yang sejati bukan hanya didasarkan pada pengalaman tetapi didasarkan pada sebuah pemahaman teologis yang mendasar. Artinya ibadah harus di dasarkan pada Alkitab yang adalah Firman Allah. Maka kebenaran dari ibadah bersifat mutlak dan harus dilakukan. Jika ibadah didasarkan kepada pengalaman pribadi, maka kebenaran dari ibadah tersebut tergantung apa kata pribadi sehingga nilai kebenarannya adalah relatif, manusia sebagai penentu kebenaran. Jika kebenaran ibadah adalah relatif, maka ibadah dapat ditolak yang berarti perlawanan terhadap Allah. Ibadah yang didasarkan pada pengalaman semakin jelas tujuannya yaitu ibadah antropocentris. Karena itu, ibadah harus dikaji secara teologis dengan melihat beberapa aspek penting yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan berfondasi pada Alkitab. Jika hal ini dilakukan, maka dipastikan bahwa ibadah tersebut adalah ibadah yang sehat karena memberi gizi yang tepat bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah.
CITATION STYLE
Takaliuang, J. J. (2012). IBADAH SEBAGAI GAYA HIDUP MENURUT ROMA 12:1 DAN IMPLIKASINYA BAGI IBADAH MASA KINI. Missio Ecclesiae, 2(1), 61–84. https://doi.org/10.52157/me.v2i1.26
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.