Sebagai sebuah kota yang diciptakan pemerintahan kolonial, Sawahlunto menyimpan berbagai narasi tentang modernisme, lompatan ruang-waktu serta endapan persoalan pengerahan ribuan buruh paksa, khususnya dari tanah Jawa. Menariknya, di bawah kekuasaan kolonial yang penuh kontrol dan pengawasan, dengan situasi sosial yang dibuat terkotak-kotak, masyarakat Sawahlunto di masa lalu justru berhasil memproduksi konsepsi tentang ’kita’ sebagai nation yang melampaui zamannya. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan tentang acuan nilai yang membuat proses menuju ’kita’ itu berlangsung di masyarakat pertambangan Sawahlunto. Penelitian menunjukkan bahwa selain diwarnai segregasi dan diferensiasi, masyarakat Sawahlunto juga ditandai oleh hibridisasi tak tersadari, yang tampak dalam bahasa, berbagai tradisi dan keseniannya. Sebuah kondisi yang merepresentasikan siasat kebudayaan dalam situasi kolonial, dalam sebuah konsep yang dinamakan’sedulur’, yang tidak sekadar mengacu ke pertalian darah, tetapi satu cara pandang memaknai pihak lain yang diposisikan sama dan sederajat, diikat oleh rasa kedekatan dan kekerabatan.
CITATION STYLE
E. Syafril, E. P. (2014). DIASPORA SEDULUR SIKEP DAN KESENIANNYA DI SAWAHLUNTO. Ekspresi Seni, 16(1), 86. https://doi.org/10.26887/ekse.v16i1.160
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.