This study documents and reflects the experience of Sign Language speakers in Yogyakarta. The reflection is then negotiated with the grand narrative of linguistic justice, which has been unwittingly narrated by the domination of knowledge viewed mainly in the perspective of the hearing. This study uses ethnographic methods focusing on a broad process of observation of the subject's experience. The findings of this study are: First, the experience of members of the Deaf community in promoting linguistic justice for Sign Language is a process of cultural relocation and hybridization. The dynamics that occur are related to the acceptance and rejection of Deaf culture in multicultural societies. Secondly, this study found a link between the process of marginalization of the Deaf culture and the intensity of power in inter-language relations.[Penelitian ini mendokumentasikan dan merefleksikan pengalaman penutur Bahasa Isyarat di Yogyakarta. Refleksi itu kemudian dinegosiasikan dengan narasi besar keadilan linguistik yang selama ini tanpa disadari dinarasikan oleh dominasi-pengetahuan yang bias ‘orang dengar’. Penelitian ini menggunakan metode etnografi yang difokuskan pada proses pengamatan yang luas terhadap pengalaman subjek. Temuan penelitian ini adalah: Pertama, pengalaman anggota komunitas Tuli dalam mempromosikan keadilan linguistik bagi Bahasa Isyarat merupakan proses relokasi dan hibridisasi kultural. Dinamika yang terjadi berhubungan dengan penerimaan dan penolakan budaya Tuli dalam masyarakat multikultur. Kedua, penelitian ini menemukan kaitan antara proses marginalisasi budaya-Tuli dengan intensitas kuasa dalam relasi antar bahasa.]
CITATION STYLE
Wahyudin, Y. M. (2020). Kekuasaan dalam Relasi Bahasa: Refleksi Pengalaman Penutur Bahasa Isyarat di Yogyakarta. INKLUSI, 7(1), 47. https://doi.org/10.14421/ijds.070103
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.