Abstrak : Bakti kepada orang tua (birrul walidain) hukumnya wajib bagi seorang anak dan terus berlanjut meskipun anak sudah berumah tangga dan memiliki istri atau suami. Permasalahan biasanya muncul tatkala orang tua butuh perhatian dan perawatan dari anak perempuannya, sedangkan sang anak sudah terikat menjadi istri dari seorang suami yang menuntut harus ditaati. Di masyarakat yang menganut budaya patriarki berlaku prinsip hak suami didahulukan daripada hak istri. Prinsip ini juga mendapatkan legitimasi dari hadis Nabi saw. Prinsip ini terkesan bias gender sehingga perlu kajian kritis. Artikel ini ingin melihat pendapat aktivis gender PSGA tentang bakti anak perempuan kepada orang tuanya pasca menikah, dengan cara wawancara kemudian menganalisa pendapat secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa hampir semua anggota berpendapat sama yaitu bakti seorang anak perempuan pada orang tuanya pasca menikah tetap wajib. Adapun mana yang harus diprioritaskan antara bakti pada orang tua dengan bakti pada suami, mayoritas berpendapat mendahulukan hak suami jika dalam kondisi normal. Namun dalam kondisi tertentu seperti orang tua dalam keadaan sakit maka bakti pada orang tua harus didahulukan. Menurut salah satu anggota PSGA hadis yang menerangkan bahwa hak suami harus didahulukan daripada hak orang tua perlu dipahami secara kritis dan kontekstual agar tidak terkesan bias gender, dan riwayat larangan istri keluar rumah tanpa izin suami walaupun untuk menengok orang tua yang sakit berstatus lemah (dha’if).Kata Kunci : Bakti Anak Perempuan, Bakti Kepada Orang Tua, Bakti Anak Pasca Menikah
CITATION STYLE
Zaki, M., & Maulani, M. (2022). Bakti Anak Perempuan Kepada Orang Tua Pasca Menikah. El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law, 3(1), 1–17. https://doi.org/10.24042/el-izdiwaj.v3i1.12383
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.