Abstract: The phenomenon of substantive injustice related to the kingdom land policy of in the Dictum IV letter A of the UUPA which states that “The rights and authorities of the land and water of the Swapraja or former Swapraja (kingdom) which still exist at the time of entry into force of this law are removed and transferred to the State”, is an injustice felt by former kingdom, considering that land rights are private rights that cannot be taken arbitrarily. This happened also because there was no proper compensation for the loss of the rights of their comfort in life due to arbitrary land acquisition by the state. Land Office must be a progressiveminded office which is able to interpret which laws need to be applied to realize substantial justice and which laws already contain justice. The ideal new construction of the concept of justice in former kingdom land policies based on progressive law is nothing but to realize substantial justice. The whole process of the operation of the legal implementation instrument (Land Office) must be verifiable into the factors of justice, welfare, concern for the people and others, all of which has been contained in the values of Pancasila. Intisari: Fenomena ketidakadilan substantif terkait kebijakan tanah eks kerajaan dalam Diktum IV huruf A UUPA bahwa “Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja (kerajaan) yang masih ada pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara”, merupakan ketidakadilan yang dirasakan oleh pihak eks kerajaan mengingat hak atas tanah adalah hak pribadi yang tidak boleh diambil sewenang-wenang. Hal ini terjadi juga karena tidak diberikannya ganti rugi yang layak atas kehilangan hak-hak kenyamanan kehidupan mereka akibat pengambilalihan tanah secara sewenang-wenang oleh negara. Kantor Pertanahan harus berpikiran progresif yang mampu menafsirkan mana hukum yang perlu diterapkan untuk mewujudkan keadilan substansial dan mana hukum yang sebenarnya sudah mengandung keadilan. Konstruksi baru yang ideal yaitu konsep keadilan dalam kebijakan tanah eks kerajaan berbasis hukum progresif, tidak lain adalah untuk mewujudkan keadilan substansial. Seluruh proses bekerjanya instrumen pelaksana hukum (Kantor Pertanahan) tersebut harus bisa diverifikasi ke dalam faktor-faktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat, yang kesemuanya itu telah terkandung dalam nilai-nilai Pancasila.
CITATION STYLE
Dewi, I. G. S. (2019). Rekonstruksi Kebijakan Tanah Eks Kerajaan Di Indonesia Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Kasus Tanah Eks Kerajaan Di Bali). BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 5(2), 195–207. https://doi.org/10.31292/jb.v5i2.370
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.