Plastic is one of the most popular materials because of its flexiblity, low cost, and durability. However, despite being durable, a lot of plastics are only used once before ending up in landfills or the environment; piles of plastic waste can be seen floating on the sea because of their non-degradable nature. The plastic waste treatment and management facility responds to this problem in two ways, namely through processing plastic waste into raw materials used in making the filament for 3D printing, and through management, by the manufacture of alternative materials (algae bioplastic) using the wastewater obtained from washing plastics and by inviting the community to participate through upcycling. Through this, plastic waste can be converted into a usable product (such as furniture, ornaments, and others), and if said product is defected or broken, it can be recycled back and turned into raw material for another printing process, thus creating a circular economy. Furthermore, as citizens’ awareness towards the proper management of plastic waste and the reduction of plastic consumption plays an important role in addressing this issue, this project uses the sensorial architecture of the seven senses (sight, hearing, smell, touch, taste, skeleton and muscle) as a design approach to make the users ‘feel’ the building. As a result, the purpose of this project, which is to help in managing plastic waste and to raise awareness regarding this issue, can be achieved through the programs and spatial experience. By using technology and sensorial architecture design, not only does this project generate product from plastic waste, but also creates a new ecology to an industrial building.Keywords: 3D printing; plastic waste; sensorial architecture; seven senses; spatial experience AbstrakPlastik merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan karena sifatnya yang fleksibel, murah, dan tahan lama. Namun, meski mempunyai sifat yang tahan lama, banyak plastik yang hanya dipakai sekali sebelum akhirnya berakhir di TPA atau di lingkungan. Sifatnya yang tidak bisa / sulit terdegradasi menyebabkan dampak buruk pada lingkungan, terutama ekosistem laut. Perancangan fasilitas pengolahan dan pengelolaan sampah plastik merespon terhadap masalah ini dengan dua cara, yaitu melalui pengolahan sampah plastik menjadi bahan dasar filamen dalam fasilitas pencetakan 3D dan pengelolaan melalui pembuatan bahan alternatif (alga bioplastik) dari air bekas hasil pencucian plastik, dan dengan mengajak masyarakat untuk turut ikut serta melalui program upcycling. Melalui cara ini, sampah plastik dapat diolah menjadi barang yang dapat digunakan kembali, dan hasil produk (berupa furnitur, ornamen, dan lainnya) yang sudah rusak dapat didaur ulang dan diolah kembali menjadi produk yang baru sehingga menciptakan sebuah ekonomi yang sirkuler. Selain itu, karena kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan dan pengurangan konsumsi plastik juga menjadi bagian penting dalam mengatasi masalah ini, perancangan menerapkan pendekatan desain arsitektur sensori melalui ketujuh indera manusia (penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, pengecap, tulang dan otot) agar dapat menjadi bangunan yang dapat ‘dirasakan’ oleh penggunanya. Dengan ini, tujuan perancangan untuk membantu mengelola sampah plastik dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kondisi lingkungan sekarang ini dapat disampaikan melalui program dan pengalaman ruang yang dirasakan. Melalui penggunaan teknologi dan penerapan desain arsitektur sensori, perancangan tidak hanya menghasilkan produk olahan sampah plastik, tetapi juga menciptakan ekologi baru pada bangunan industri.
CITATION STYLE
Calista, J., & Kasimun, P. R. (2022). APLIKASI SENSORIAL ARCHITECTURE PADA FASILITAS PENGOLAHAN DAN PENGELOLAAN SAMPAH PLASTIK DI KELURAHAN PAPANGGO. Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa), 3(2), 3033. https://doi.org/10.24912/stupa.v3i2.12446
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.