Multikulturalisme dan politik anti kekerasan di Indonesia menghadapi kondisi problematis saat ini, pengalaman negara mengelola perbedaan tidak berbading lurus dengan kondisi lapangan yang menunjukkan meningkatnya konflik horizontal. Kasus kekerasan antar etnis dan umat beragaman di Yogyakarta yang terjadi di pertengahan tahun 2014 ini telah menyentak kita bahwa multikulturalisme dan politik anti kekerasan bukanlah proyek temporer negara. Melainkan sebuah pemahaman dan cara berpikir yang perlu dikembangkan terus-menerus oleh semua pihak, sehingga multikulturalisme sebagai filosofi yang mengarahkan semua pihak agar mau saling mendengar dan memahami satu sama lain, tanpa harus menanggalkan prinsip dan keyakinan pribadinya. Revitalisasi dan penegakan filosofi multikulturalisme menjadi rujukan untuk melakukan penguatan peran politik rakyat di hadapan negara, membudayakan diskusi publik dalam proses pengambilan dan penentuan kebijakan, optimalisasi peran dan fungsi institusi lokal sebagai instrumen resolusi konflik dan negara harus mampu menjadi katalisator dalam pemberian peran ekonomi politik. Adapun hasil akhirnya diharapkan warga yang heterogen bisa hidup bersama-sama meskipun berbeda etnis, agama dan ras, sehingga mereka dapat saling menghormati dan memunculkan sikap toleransi.
CITATION STYLE
Nugroho, H. (2017). Multikulturalisme dan Politik Anti Kekerasan. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(2), 1. https://doi.org/10.22146/jps.v2i2.30000
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.