Diskriminasi terhadap perempuan infertil masih banyak terjadi di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah pemahaman patriarkis yang memandang melahirkan anak sebagai kodrat seorang perempuan. Sayangnya, gereja kurang memerhatikan penderitaan mereka yang selama ini terbungkam. Artikel ini hendak merefleksikan fenomena ini dengan kisah Rahel dalam Kejadian 29:31-30:24 untuk menemukan pemikiran teologis yang membela para perempuan infertil yang didiskriminasi. Penulis menawarkan pembacaan ulang teks tersebut dengan analisis naratif dan perspektif feminis melalui studi literatur terkait budaya yang berlaku pada zaman itu. Berdasarkan analisis penulis, Rahel mewakili para perempuan masa kini yang tidak memiliki kuasa untuk menentukan nasibnya dan harus menderita dalam diam. Selain itu, persaingan antara Rahel dan Lea pun menggambarkan konflik antar perempuan yang terjadi pada zaman ini. Kejadian 29:31-30:24 mengingatkan orang-orang Kristen akan adanya perempuan-perempuan yang didiskriminasi karena infertilitasnya, tetapi dibungkam oleh masyarakat dan budaya. Padahal, semua perempuan berharga terlepas dari kemampuan reproduksinya sehingga semua sikap represif terhadap pilihan atau keberadaan yang tidak sesuai dengan norma patriarki tak boleh diabaikan. Oleh sebab itu, teks ini berfungsi sebagai refleksi teologis yang mengajak orang-orang Kristen dan gereja untuk mengadvokasi para perempuan infertil yang selama ini tertindas.
CITATION STYLE
Widjaja, A. C. (2022). Pembebasan Rahel: Pembacaan Ulang Narasi Kejadian 29:31-30:24 Menurut Perspektif Hermeneutik Feminis. Vox Dei: Jurnal Teologi Dan Pastoral , 3(1), 76–92. https://doi.org/10.46408/vxd.v3i1.135
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.