PENGEMBALIAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI PELAKU DAN AHLI WARISNYA MENURUT SISTEM HUKUM INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN NEGARA HUKUM KESEJAHTERAAN

  • Haswandi H
N/ACitations
Citations of this article
21Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Criminal laws regulating asset recovery of corruption today experience a paradigm oversight since it only relies on the money substitute in corruption under Article 18 of Law No. 31, 1999 concerning The Eradication of The Crime of Corruption as amended with the Law No. 20, 2001 in which asset recovery is addressed only to the convict. In fact, modus to cover up the proceed of corruption usually involves the family, close relatives or confidants including the heirs. The obstacle in recovering the asset is that civil lawsuit is not yet effective as the means to recover the asset, the organization of law enforcement, the ratification of 2003 UNCAC that is also not yet effectively implemented in Indonesian law, and the laws against corruption that are weak. Future concept of law in asset recovery of proceed of corruption by the culprit and the heirs in order to materialize a legal welfare state should at least done through progressive laws i.e. reformation of law, optimization of Mutual Legal Assistance, the widening of authority implemented by the Eradication Commission of Corruption in recovering the asset as the proceed of corruption, the strong inter-agency coordination of law enforcements, and the urgency to promulgate the Recovery Asset Act.Keyword: Recovery; Proceed of Corruption; HeirsABSTRAKPerangkat hukum pidana dalam mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi pada saat ini mengalami kekeliruan paradigma karena hanya mengandalkan uang pengganti kejahatan korupsi yang terkandung dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, di mana Pengembalian harta atau kekayaan hanya ditujukan kepada terpidana. Padahal modus menyembunyikan harta kekayaan hasil korupsi biasanya dengan menggunakan sanak keluarga, kerabat dekat atau orang kepercayaannya termasuk para ahli warisnya. Hambatan pengembalian aset tindak pidana korupsi disebabkan belum efektifnya gugatan perdata sebagai sarana untuk mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi, kelembagaan penegak hukum, belum efektifnya Ratifikasi UNCAC 2003 dilaksanakan dalam hukum Indonesia, serta kelemahan di ranah regulasi tindak pidana korupsi. Konsep hukum mendatang dalam pengembalian aset tindak pidana korupsi pelaku dan ahli warisnya dalam mewujudkan negara hukum kesejahteraan, setidaknya ditempuh dalam beberapa langkah hukum progresif, yakni perbaikan regulasi peraturan perundang-undangan, optimalisasi Bantuan Hukum Timbal Balik, Perluasan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Pengembalian Aset hasil tindak pidana korupsi, Penguatan koordinasi antar lembaga penegak hukum, serta menyegerakan menyelesaikan Undang-Undang Pengembalian Aset.Kata Kunci: Pengembalian; Aset Korupsi; Ahli Waris

Cite

CITATION STYLE

APA

Haswandi, H. (2016). PENGEMBALIAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI PELAKU DAN AHLI WARISNYA MENURUT SISTEM HUKUM INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN NEGARA HUKUM KESEJAHTERAAN. LITIGASI, 16(2). https://doi.org/10.23969/litigasi.v16i2.44

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free