Abstract This paper discusses the power relations in the land dispute on the site of Bojongmenje Temple, to reveal why conflicts in Bojongmenje Temple Site lasted continuously (2003-present). To clarify this, this paper uses an analysis of power relations to identify the mutually contested interests in establishing a claim on land in the site of Bojongmende Temple area. The research method used is qualitative method, with data collection through indepth interview among actors involved in conflict. The research finds that land dispute in the area of Bojongmenje Temple site is a complicated conflict, preceeded by changes in the economic value of land due to the discovery of cultural heritage sites that have tourism potential. This complicated conflict is prolonged and unresolved because the government's bargaining power as an authoritative institution is in a weak position. Conflict resolution needs to be arranged comprehensively, especially to resolve the root of conflict triggered by the instability of system change. This is done by balancing the power positions among conflicting actors in the land management of the Bojongmenje Temple site, beginning with the recognition of local land rights by the government and establishing concensus with citizens to manage the site participatively. Keywords: power relations, conflict, land dispute Abstrak Tulisan ini membahas tentang relasi kuasa dalam perebutan lahan di situs Candi Bojongmenje untuk mengungkapkan mengapa konflik dalam perebutan lahan di Situs Candi Bojongmenje berlangsung dengan lama (2003-sekarang). Untuk menjelaskan hal tersebut, tulisan ini menggunakan analisis kekuasaan untuk mengidentifikasi ragam kepentingan yang saling berkontestasi untuk membentuk klaim atas lahan di kawasan Situs Candi Bojongmende. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada para aktor yang terlibat di dalam konflik. Hasil riset menemukan bahwa konflik lahan di kawasan situs Candi Bojongmenje merupakan bentuk konflik pelik, yang diawali oleh perubahan nilai ekonomi lahan akibat ditemukannya situs cagar budaya yang berpotensi wisata. Konflik pelik ini berlangsung berkepanjangan dan tidak terselesaikan karena posisi tawar pemerintah sebagai institusi yang memegang otoritas justru berada pada posisi yang lemah. Penyelesaian konflik pelik perlu dilakukan secara komprehensif, terutama untuk menyelesaikan akar permasalahan yang dipicu akibat dari ketidakstabilan perubahan. Hal tersebut dilakukan dengan menyeimbangkan posisi kekuasaan dari para aktor yang berkepentingan di dalam pengelolaan lahan situs Candi Bojongmenje, yang diawali dengan pengakuan hak atas tanah dari warga setempat oleh pemerintah dan membangun kesepakatan dengan warga mengenai rencana pengelolaan kawasan tersebut secara partisipatif. Kata kunci: relasi kuasa, konflik pelik, perebutan lahan
CITATION STYLE
Muhammad, F., & Paskarina, C. (2018). Relasi Kuasa dalam Perebutan Lahan di Situs Candi Bojongmenje. Umbara, 2(1). https://doi.org/10.24198/umbara.v2i1.15678
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.