Perkawinan dan Baganyi di Minangkabau: Analisis Sosiologis Kultural dalam Penyelesaian Perselisihan

  • Nofiardi N
N/ACitations
Citations of this article
53Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Perkawinan menurut adat Minang merupakan masalah bersama, hal ini terlihat ketika proses mencari jodoh, penjajakan pertama, peminangan, dan sampai pelaksanaan pesta. Setelah akad nikah, suami dijemput secara adat untuk tinggal di rumah isterinya, meskipun ia bukan orang Minang. Konsekuensi seperti ini, suami ibarat abu di atas tunggul yang mudah terbang ketika angin kencang datang. Ketika terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit dicarikan jalan keluar dengan isterinya, maka kemungkinan ia meninggalkan isterinya yang disebut dengan baganyi, dan bila tidak diselesaikan bisa berujung kepada perceraian. Tidak jelasnya status isteri (digantung tidak bertali), kurangnya perhatian terhadap anak, nikah sirri dan isbat nikah merupakan dampak dari baganyi. Idealnya masalah seperti ini tidak terjadi jika fungsi keluarga besar, khususnya ninik-mamak ikut membantu mencarikan solusi, jangan hanya dalam pelaksanaan perkawinan saja yang menjadi urusan bersama, suami baganyi yang bisa berujung kepada perceraian juga menjadi urusan bersama sehingga perceraian tidak terjadi. (Marriage in Minangkabau traditional culture is a substantial way that involved many family members. It can be shown from the undergoing processes; finding the match mate, first family meeting, proposing, till to having the wedding. After the vow, the groom is picked up officially with cultural way to stay in bride’s house even if he is not a Minang poeple. This consequence makes the bride like “abu di ateh tungku” (“ash on stove”; it means, easy to be removed whenever the air comes). Furthermore, if the house in a clash and hard to be solved, it allows him to leave his wife without any divorce statement, that calls baganyi. This way causes new problems like ignoring the kids and secret marriage. This problem is not supposed to be happened if the family, especially ninik mamak has a role not only in the beginning of marriage, but also in helping to solve the household problems when it comes. Therefore, with the full role of ninik mamak in Minangkabau marriage culture not only to unite, but also to keep it together and drive away the obstacles.)

Cite

CITATION STYLE

APA

Nofiardi, N. (2018). Perkawinan dan Baganyi di Minangkabau: Analisis Sosiologis Kultural dalam Penyelesaian Perselisihan. AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial, 13(1), 49–72. https://doi.org/10.19105/al-lhkam.v13i1.1613

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free